Selamat membaca

Laman

Minggu, 29 April 2012

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI PERBANKAN DAN ASURANSI


ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI PERBANKAN DAN ASURANSI

Hukum Perbankan
Undang-Undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan undang-undang no.10 tahun 1998. Memeberikan landasan prevensi bagi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, sehingga kepentingan masyarakat maupun kelangsungan hidup bisnis perbankan nasional dapat terlindungi.
unsur unsur hukum perbankan adalah :
1. serangkaian ketentuan hukum positif(perbankan). ketentuan hukum perbankan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan. baik berupa undang-undang peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan bank indonesia, keputusan direksi dan surat edaran bank indonesia dan peraturan pelaksana lainnya.
2. hukum positif (perbankan) tersebut bersumber ketentuan tertulis dan tidak tertulis. tertulis adalah ketentuan dibentuk badan pembentuk hukum dan perundangan yang berwenang, baik berupa peraturan original maupun peraturan derevatif. sedangkan ketentuan yang tidak  tertulis adalah ketentuan yang timbul dan terpelihara dalam praktek  penyelenggaraan operasional perbankan.
4. ketentuan hukum perbankan mengatur tatalaksana kelembagaan bank, yang ,mencakup perizinan bentuk hukum kepengurusan , dan kepemilikan bank.
5. ketentuan hukum bank mengatur aspek kegiatan keusahaanya. fungsi bank sebagai penghimpun dana masyarakat.
Ada beberapa contoh kasus dalam ekonomi perbankan, diantaranya:
Praktek pencucian uang : Kejahatan pencucian uang ini di dalam ilmu kriminologi dikategorikan merupakan salah satu bentuk kejahatan organizated crime karena didalam kejahatan ini terdapat pihak-pihak tertentu yang ikut serta. Pada dekade 1980-an uang haram ini semakin berkembang hal ini di tandai dengan berkembangnya bisnis-bisnis haram seperti perdagangan narkoba dan obat bius yang membuat untung miliaran dollar kemudian munculah istilah narco dollar. Tidak hanya kegiatan perdagangan narkoba, akan tetapi kegiatan perjudian dan pelacuran turut meramaikan perkembangan money loundring pada dekade 1980-an ini. Sumber-sumber uang inilah yang kita kenal dengan pencucian uang, lalu uang ini di masukkan pada sektor legal dan uang itu pun menjadi tercuci bersih.Sejalan dengan kemajuan IPTEK ternyata sektor perbankan merupakan sasaran empuk untuk kegiatan pencucian uang mengingat dari sektor inilah yang paling memungkinkan untuk hal ini. Sektor perbankan merupakan sebuah sektor yang memberikan layanan pada lalu lintas keuangan yang dapat dipakai untuk menyembunyikan asal usul uang haram ini.

Korupsi : Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Hukum Asuransi
Pengertian Asuransi
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengambil alih suatu risiko dari pihak tertanggung. Pengalihan risiko tersebut meliputi kemungkinan kerugian material dialami tertanggung akibat suatu peristiwa yang mungkin atau belum pasti akan terjadi.

Perjanjian asuransi adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi, premi yang harus dibayar oleh tertanggung kepada penanggung sebagai jasa pengalihan risiko tersebut, serta besarnya dana yang bisa diklaim di masa depan, termasuk biaya administratif dan keuntungan.

Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.

Objek pertanggungan dalam perjanjian asuransi bisa berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lain yang mungkin hilang, rusak, atau berkurang nilainya.

Dengan kata lain, unsur-unsur dalam sebuah perjanjian asuransi meliputi hal-hal berikut :
Subjek hukum, yaitu pihak penanggung dan tertanggung.
Substansi hukum berupa mengalihan risiko.
Objek pertanggungan, berupa benda atau kepentingan yang melekat padanya yang bisa dinilai dengan uang.
Adanya peristiwa tidak tentu yang mungkin terjadi (evenement).

Sebuah perjanjian asuransi dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang saling mengikatkan diri.
Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Adanya hal tertentu yang menjadi sebab yang halal.

Premi dan Polis
Dalam hukum asuransi, dikenal kata premi dan polis. Berikut ini adalah penjelasannya.
Premi adalah suatu prestasi yang diberikan oleh tertanggung kepada penanggung atas jasanya mengambil alih risiko. Premi adalah kewajiban pokok yang harus dipenuhi oleh tertanggung dan bisa dianggap sebagai imbalan atas jasa penanggung.
Perjanjian pengalihan risiko dalam hukum asuransi harus dibuat secara tertulis dalam sebuah akta tertentu yang menjelaskan tentang unsur-unsur perjanjian tersebut. Akta ini disebut polis dan digunakan sebagai alat bukti perjanjian pertanggungan. Dalam hukum asuransi, polis dibuat oleh pihak tertanggung.

Risiko dan Evenement
Risiko yang dialihkan dari tertanggung kepada penanggung, dalam arti asuransi adalah berupa kemungkinan terjadinya kerugian, serta batalnya sebagian atau keseluruhan keuntungan yang diharapkan, yang diakibatkan oleh suatu kejadian luar biasa yang tidak terprediksi, di luar kekuasaan manusia.

Peristiwa tidak terduga itu disebut evenement, sebuah peristiwa tidak terduga yang menurut pengalaman normal tidak bisa dipastikan akan terjadi. Kalaupun peristiwa tersebut bisa dipastikan terjadi, kematian misalnya, waktunya tidak bisa dipastikan. Peristiwa tersebut juga berupa sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Jika terjadi, akan menimbulkan kerugian atau membatalkan keuntungan.

Dalam menghitung risiko yang ditanggungkan, perusahaan asuransi menerapkan ilmu aktuaria yang menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas.

Prinsip Dasar Asuransi
Terdapat 6 prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam asuransi :
Insurable interest, hak pertanggungan yang timbul dari sebuah hubungan keuangan, yang diakui secara hukum.
Utmost good faith, mengungkapkan secara lengkap mengenai sesuatu yang dipertanggungkan. Dalam hal ini, kedua belah pihak harus jujur menjelaskan mengenai kondisi objek dan luasnya pertanggungan.
Proximate cause, adanya kejadian yang menyebabkan kerugian tanpa adanya intervensi atas kejadian tersebut.
Indemnity, kompensasi finansial yang disediakan penanggung untuk mengembalikan tertanggung pada posisi finansial sesaat sebelum sebuah kejadian enverement terjadi.
Subrogation, hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung.
Contribution, hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya dalam bentuk kerja sama atau gotong royong.

Manfaat Asuransi
Berikut ini adalah beberapa manfaat asuransi :
Jaminan perlindungan atas risiko kerugian tidak terduga.
Efisiensi dalam pengamanan dan pengawasan terhadap suatu barang atau objek.
Biaya premi relatif kecil untuk menghindari suatu potensi risiko yang tidak terduga.
Berdampak pada pemerataan biaya, dari sesuatu yang tak terprediksi menjadi biaya yang jumlahnya tertentu.
Dalam kaitannya dengan hubungan bisnis, asuransi yang dimiliki pihak tertanggung memberi kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menjalin hubungan bisnis, misalnya peminjaman uang, kredit, sewa beli, dan sebagainya.
Untuk asuransi jiwa, premi bisa dinilai sebagai tabungan karena jumlah yang dibayar tertanggung akan dikembalikan oleh perusahaan asuransi dalam jumlah yang lebih besar.

Sejarah Asuransi
Diharapkan dengan mengawali pengetahuan tentang Sejarah Asuransi dengan lebih mudah karena akan lebih menghayati atau menjiwai tentang latar belakang dan asal usulnya. Dari penggalian sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia, sejak zaman sebelum masehi ditemukan riwayat asal usul sampai perkembangan asuransi seperti sekarang ini. Pada perkembangan awalnya asuransi tentu belum berbentuk seperti sekarang, namun dalam bentuk yang masih samar. Manusia pada umumnya mempunyai naluri selalu berusaha menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kekurangan makan/pangan.

Salah satu riwayat mengenai masalah ini tercantum pada Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43 – 49 dan Kitab Injil Perjanjian Lama Genesis 41. Diriwayatkan tentang salah seorang Raja di Negeri Mesir yang bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang kurus-kurus masingrmasing menelan seekor sapi yang gemuk. Dalam mimpinya yang kedua Raja melihat tujuh butir gandum yang kosong. Nabi Yusuf A.S. diminta menafsirkan mimpi tersebut dan menerangkan bahwa negara Mesir akan mengalami tujuh tahun berturut-turut panen gandum yang subur dan kemudian tujuh tahun berikutnya berturut-turut akan mengalami masa paceklik. Selanjutnya NabiYusuf AS. memberi saran agar pada saat panen yang melimpah itu sebagian panen dicadangkan untuk masa paceklik yang akan datang.

Selain itu sebuah buku kuno dari India yang dinami “Rig Veda” yang ditulis dalam bahasa Sansekerta menyebutkan riwayat tentang “Yoga Kshema” yang berarti pertanggungan. Riwayat di atas adalah sebagai bukti bahwa manusia senantiasa memikirkan dan mempersiapkan kehidupan masa depannya.

Sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal memerlukan dana untuk mengoperasikan kapalnya atau melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari seorang saudagar (Kreditur) dengan menggunakan kapalnya sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa si Pemilik kapal dibebaskan dari pembayaran hutangnya apabila kapal tersebut selamat sampai tujuan, di samping sejumlah uang sebagai imbalan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi pinjaman. Tambahan biaya ini dapat dianggap sama dengan “uang premi” yang dikenal pada asuransi sekarang. Di samping kapal yang dijadikan barang jaminan, dapat pula dipakai sebagai jaminan berupa barang-barang muatan (Cargo). Transaksi seperti ini disebut “RESPONDENT/A CONTRACT”.

Sejarah Asuransi Di Indonesia
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.

Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha pera.suransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :
Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.

Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi.

Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris


Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :
Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.
Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena pencurian.
Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami

Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha.

Landasan Hukum
Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan, di antaranya sebagai berikut.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar