Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat curhat gajinya tidak pernah naik dalam 7 tahun terakhir. Pernyataan itu dia lontarkan saat memberi sambutan dalam acara rapat pimpinan TNI dan Polri Jumat minggu lalu. Dan mungkin saja, Presiden tidak berfikir akan seperti ini respons masyarakat tentang curhatnya itu.
Berbagai reaksi muncul setelah orang nomor satu di negeri ini tersebut mengungkapkan curhatnya. Sebagian kalangan menilai Presiden terlalu sering curhat. Presiden juga dianggap berlebihan sering mengungkapkan isi hatinya perihal pendapatannya itu. Sebab, tak cuma sekali dia cerita jika gajinya tak naik-naik.
“Pernyataan Presiden memalukan sebagai pemimpin bangsa. Dia tidak hanya memimpin birokrasi, tetapi juga memimpin di luar birokrasi. Di luar sana, masih banyak rakyat yang hidup miskin,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) FITRA, Yuna Farhan kepada wartawan di Restoran Bumbu Desa, Jakarta Pusat, Minggu (22/1/2011).
Menurut Farhan, curhat SBY itu hanya mengukur dirinya sebagai kepala birokrasi. Menurutnya, jika yang dipakai adalah ukuran birokrasi, memang kenaikan gaji dalam waktu yang lama jarang terjadi. Namun, SBY seharusnya melihat realitas masyarakat yang hidup di luar birokrasi.
Meski 7 tahun tak pernah naik, gaji PResiden SBY terbilang tidak sedikit. Majalah The Economist edisi 6 Juli 2010 membandingkan gaji pemimpin dibandingkan dengan pendapatan perkapita negeri tersebut. Hasilnya, Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong menempati posisi nomor satu dengan gaji US$ 2,18 juta atau setara Rp 19,8 miliar per tahun.
Presiden SBY, masih menurut majalah The Economist, gajinya sebesar US$ 124.171 atau sekitar Rp 1,1 miliar per tahun. Gaji SBY ini sekitar 28 kali lipat dari pendapatan per kapita Indonesia. Sehingga, sebenarnya gaji SBY tak usah naik. Malah justru kinerjanya yang harus ditingkatkan, sebagaimana yang diucapkan oleh Sekjen Gerindra Fadli Zon.
Muncul di jejaring sosial Twitter, gerakan ‘Koin untuk Presiden. Gerakan yang ditujukan untuk menyindir Presiden ini menjiplak gerakan serupa yang dulu pernah berhasil yaitu gerakan untuk mendukung Prita Mulyasari yang tersangkut kasus pencemaran nama baik RS Omni Internasional. Gerakan tersebut bernama ‘Koin Cinta untuk Prita’.
Gerakan ini membuat DPR usil. Sejumlah anggota DPR menyiapkan kotak transparan yang ditulisi ‘Koin untuk Presiden’ di selai-sela raker Komisi III dengan DPR kemarin. Hanya beberapa anggota DPR yang terlihat memasukkan koin ke kotak itu, antara lain Bambang Soesatyo, Syarifudin Suding dan Desmon Mahesa.
Menurut mantan anggota DPR Alvin Lie, tindakan yang dilakukan oleh DPR ini adalah sebuah penghinaan. Sebagai sesama lembaga negara, tak sepatutnya DPR melakukan perbuatan itu.
“Anggota DPR memang wajib awasi dan kritisi eksekutif, termasuk Presiden. Juga sah untuk berseberangan pendapat. Bahkan beroposisi. Tapi aksi pengumpulan koin untuk Presiden merupakan suatu penghinaan terhadap Presiden, apalagi dilakukan di sela acara rapat resmi DPR,” kata Alvin kepada detikcom semalam.
Kritikan serupa juga disampaikan oleh rekan Bambang Soesatyo, sesama politisi Partai Golkar, yakni Indra J Piliang. “Saya kira, para anggota DPR yamg mengumpulkan koin untuk presiden itu telah
mencoreng lagi panggilan untuk menjadi politisi di era demokrasi ini. Metode pengumpulan koin untuk menyindir Presiden SBY oleh DPR itu sungguh salah arah,” kata Indra J Piliang seperti dikutip dari akun twetternya, Senin (24/1/2011) malam.
Namun curhat SBY juga ditanggapi serius oleh pemerintah dan Komisi II DPR. Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) akan membuat standarisasi gaji nasional. Sementara Komisi II DPR juga saat ini tengah membahas revisi UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian. Dalam revisi UU tersebut, rencananya akan diatur mengenai pejabat negara atau pun hak-hak protokolernya.
sumber: anwarkis.blogdetik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar