TEMA : PEMUDA
TOPIK : PEMUDA MENJAWAB PERTARUNGAN MODERN
Pemuda adalah usia yang dimana manusia sedang masa produktifitasnya, entah dalam biologis, tenaga maupun pikiran. menurut UU pemuda tahun 2008 Pemuda adalah usia 16 sampai 30 tahaun. Sudah menjadi barang tentu pemuda adalah masa depan bangsa, bila pemuda hari ini hancur maka sudah pasti hari esok bangsa menjadi hancur. Jadi Pemuda sebenarnya memegang tanggung Jawab penuh terhadap bangsanya dan dirinya.
Kalau kita liat pemuda hari ini pemuda jauh dari harapan bangsa. Mulai dari tawuran, narkoba sampai Pergaulan Bebas. Padahal menurut penulis Bangsa Indonesia saat ini sangat membutuhkan Pemudanya, melihat hari ini bangsa mulai terpuruk dengan generasi tua.
Pemuda zaman sekarang dan zaman dahulu memang berbada. sejarah membuktikan bahwa pemuda yang mengubah wajah bangsa indonesia mulai dari zaman kemerdekaan sampai reformasi 98. zaman kemerdekaan sutan sahrir menjadi garda terdepan untuk kemerdekaan mewakili generasi muda. Akbar tajung 1966, Hariman Siregar 1974, semua tokoh revolusi 1998. Semua adalah tokoh pemuda yang mengubah wajah bangsa sendiri. kiata harus banyak belajar dari pendahulu-pendahulu atau faunding father.
Kamis, 22 November 2012
Minggu, 29 April 2012
Aspek Hukum Dalam Bisnis (Konsep Saluran Distribusi Perekonomian Indonesia) KONSEP SALURAN DISTRIBUSI PEREKONOMIAN INDONESIA
Aspek Hukum Dalam Bisnis (Konsep Saluran Distribusi
Perekonomian Indonesia) KONSEP SALURAN DISTRIBUSI PEREKONOMIAN INDONESIA
Aspek
Hukum bisnis berlaku di dunia dan regional. Pelaksanaan Aspek Hukum bisnis baik
itu regional, sektoral maupun internasional mempunyai beberapa persamaan yang
pada umumnya merupakan suatu dasar dari pengertian hukum itu sendiri. Hukum
menurut J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH. Adalah
“Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku
manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
wajib, pelanggaran mana terhadap peraturan – peraturan tadi berakibatkan
diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu”. Randy E. Barnet dan
Lawrence M, Fredman dalam bukunya American Law memberikan suatu dasar dalam
Pelaksanaan Aspek Hukum.
Upaya-upaya
untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang dilakukan Negara pada sisi yang lain
berhadapan dengan tuntutan globalisasi. Keadaan tersebut membawa pergeseran
paradigma di bidang perdagangan dan investasi daristate led development menuju market
driven development, yang pada gilirannya membawa perubahan pada aktivitas
business, prilaku para pelaku business, dan munculnya institusi-institusi
business baru.
Para
pelaku business baik lokal maupun asing menjadi pihak yang mempunyai
kepentingan akan adanya kenyamanan, kelancaran, kepastian, efesisien dan
efektif dalam melakukan investasi di tengah hiruk pikuk munculnya berbagai
regulasi dan institusi-institusi investasi/bisnis baru . Menjadi pilihan
terbaik bagi para pelaku bisnis apabila kepentingan mereka dalam melakukan
investasi terlindungi.
Aspek
hukum merupakan hal yang urgen dalam kegiatan bisnis. Dengan memperhatikan
aspek-aspek hukum dalam kegiatan bisnis problem / sengketa bisnis yang rumit
dan berlarut-larut akan dapat dihindari, diminimalisir serta diselesaikan
apabila sejak dini aspek hukum telah memperoleh perhatian. Jika aspek hukum
dikesampingkan niscaya biaya atau risiko yang harus dikeluarkan sehubungan dengan
penyelesaian masalah sengketa bisnis yang mungkin timbul akan jauh sangat besar
dan mahal.
Perhatian
yang memadai terhadap aspek hukum saat pengambilan keputusan Bisnis akan banyak
membawa manfaat dalam menyikapi, menyiasati, atau mengendalikan setiap keadaan,
sehingga kemungkinan munculnya permasalahan, risiko atau kerugian dikemudian
hari dapat dihindari atau diperkecil.
Jadi
pengertian studi kelayakan peroyek atau bisnis adalah penelitihan yang
menyangkut berbagai aspek baik itu dari aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya,
aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi sampai dengan aspek
manajemen dan keuangannya, dimana itu semua digunakan untuk dasar penelitian
studi kelayakan dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu
proyek atau bisnis dapat dikerjakan atau ditunda dan bahkan ditadak dijalankan.
Oleh karna
itu dalam dunia bisnis kita harus mempelajari beberapa ilmu hukum dalam
berbisnis.
Aspek Hukum Dalam Bisnis (Konsep
Saluran Distribusi Perekonomian Indonesia)
KONSEP SALURAN DISTRIBUSI PEREKONOMIAN INDONESIA
David A. Revzan menggatakan bahwa saluran distribusi merupakan suatu jalu yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai. Sedangkan definissi lain tentang saluran pemasaran ini dikemukakan oleh The American Marketing Association, yang lebih menekankan banyaknya lembaga yang ada dalam arus barang dan menyatakan bahwa saluran distribusi merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar, pengecer, melalui sebuah komoditi pasar atau jasa yang dipasarkan.
Definisi saluran distribusi yang bersifat paling luas dikemukakan oleh C. Glenn Walters yang mengatakan bahwa saluran distribusi adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar-pasar tertentu.
KONSEP SALURAN DISTRIBUSI PEREKONOMIAN INDONESIA
David A. Revzan menggatakan bahwa saluran distribusi merupakan suatu jalu yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai. Sedangkan definissi lain tentang saluran pemasaran ini dikemukakan oleh The American Marketing Association, yang lebih menekankan banyaknya lembaga yang ada dalam arus barang dan menyatakan bahwa saluran distribusi merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar, pengecer, melalui sebuah komoditi pasar atau jasa yang dipasarkan.
Definisi saluran distribusi yang bersifat paling luas dikemukakan oleh C. Glenn Walters yang mengatakan bahwa saluran distribusi adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar-pasar tertentu.
DEFINISI MANAJEMEN SALURAN
Manajemen saluran adalah pengembangan strategi yang searah didasarkan pada bebagai keputusan yang berkaitan untuk memindahkan barang-barang secara fisik atau non fisik guna mencapai tujuan perusahaan dan berada dalam kondisi lingkungan tertentu adlah definisi menurut C.Glen Walters.
Sebuah pendekatan yang beorientasi pada keputusan dapat diartikan bahwa perhatian diarahkan pada pengenbangan kebijaksanaan yang efektif, tidak hanya pada deskripsi tentang bagaimana sebuah saluran beroperasi. Sedangkan pengambilan keputusan menitik beratkan pada ruang lingkup uyang luas tentang masalah manajemen saluran dan bagaimana hubungan dengan masing-masing masalah.
Manajemen saluran dapat dikatakan perantara. Perantar pemasaran merupakan lembaga atau individu yang menjalankan kegiatan di bidang distribusi, dan merka itu adalah:
a. perantara pedagang
b. perantara agen
Keuntungan menggunakan perantara yaitu:
a. mengurangi tugas produsen dalam kegiatan distribusi untuk mencapai konsumen.
b. kegiatan distribusinya cukup baik bilaman perantara sudah mempunyai pengalaman.
c. Perantara dapat membantu menyediakan peralatan dan jasa reparasi yang dibutuhkan untuk beberapa jenis produk tertentu,sehingga produsen tidak perlu menyediakannya.
d. perantara dapat membantu dibidang pengangkutan dengan menyediakan alat transport.
e. perantara dapat membantu menyimpan barang dengan menyediakan fasilitas penyimpanan.
f. perantara dapat membantu di bidang keuangan dengan menyediakan sejumlah dana untuk dipinjamkan
g. keuntungan lain yang dapat diharapkan oleh produsen dari perantara adallah:
- membantu dalam pencarian konsumen
- menbantu dalam kegiatan promosi
- membantu dalam penyedian informasi
- membantu dalam pengepakan dan pembungkusan
- membantu dalam penyotiran
PERANTARA PEDAGANG
perantara pedagang besar ini bertabggung jawab terhadap pemilikan semua barang yang dipasarkannya, diantaranya:
1. pedagang besar
adalah sebuah unit usaha yang membeli dan menjual kembali berang-barang kepada pengecer dan pedangang lain dan atau kepada pemakai industri, pemakai lembaga, dan pemakai komersial yang tidak menjual dalm volume yang sama kepada konsumen akhir.
2. Pengecer
adalah sebuah lembaga yang melakukan kegiatan usaha menjual barnag kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi.
PERANTARA AGEN
perantar agen beda dengan perantara pedagang karena tidak mempunyai hak milik atas semua barang yang ditanganinya. Definisi agen adalah lembaga yang melaksanakan perdagangan dengan menyediakan jasa-jasa atau fungsi khusus yang berhubungan dengan penjualan atau distribusi barang, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk memiliki barang yang diperdagangkan.
Perantara agen digolongkan dalam 2 golongan:
1. agen penunjang merupakan agen yang mengkhususkan kegiatannya dalam pemindahan barang dan jasa. Mereka terbagi dalam bebrapa golongan”
a. agen pengangkutan borongan
b. agen penyimpanan
c. agen pengangkutan khusus
d. agen pembelian dan penjualan
2. agen pelengkap berfungsi melaksanaakan jasa-jasa tambahan dalam penyaluran barng dengantujuan memperbaiki adanya kekurangan-kekurangan. Jasa-jasa yang dilakukannya antara lain :
- jasa pembimbingan/ konsultasi
- jasa finansial
- jasa informasi
- jasa khusus lainnya
Berdasarkan macam jasa , agen pelengkap dapat digolongkan ke dalam:
a. agen yang membantu du bidang keuangan seperti Bank.
b. agen yang membantu mengambil keputusan. Seperti biro iklan, dan lembaga penelitian
c. agen yang menyediakan informasi. Seperti: televisi, dan surat kabar
d. agen khusus yang tidak termasuk dalam ketiga golongan diatas.
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN SYARIAH
ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN SYARIAH
Perbankan adalah suatu lembaga yang
melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang,
dan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin.
Fungsi-fungsi bank telah dikenal sejak jaman Rasulullah SAW, fungsi-fungsi
tersebut adalah menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan
konsumsi dan keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang. Rasulullah SAW
yang dikenal julukan al Amin, dipercaya oleh masyarakat Mekah menerima simpanan
harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau
meminta Sayyidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang
memilikinya1. dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta
titipan tersebut. Seorang sahabat Rasulullah, Zubair bin al Awwam, memilih
tidak menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk
pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda: pertama,
dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya;
kedua, karena bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban mengembalikannya utuh.
Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah. Juga
tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke adiknya
Misab bin Zubair yang tinggal di Irak.
Penggunaan cek juga telah dikenal
luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman,
yang paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di jaman Umar bin
Khattab ra, beliau menggunakan cek untukmembayar tunjangan kepada mereka yang
berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang
ketika itu diimpor dari Mesir. Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi
hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara ah, musaqah, telah dikenal sejak
awal diantara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Jelaslah bahwa ada
individu-individu yang telah melaksanakan fungsi perbankan di jaman Rasulullah
SAW, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan.
Ada yang melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang
melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksakan fungsi pengiriman
uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja.
Beberapa istilah perbankan modern
bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit (English:
credit; Romawi : credo) yang diambil dari istilah qard. Credit dalam bahasa
inggris berarti meminjamkan uang; credo berarti kepercayaan; sedangkan qard
dalam fiqih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu pula istilah
cek (English: check; France : Cheque) yang diambil dari istilah saq (suquq).
Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang
biasa digunakan di pasar.
Dari segi ontologi, tujuan pendirian
bank-bank Islam di Indonesia maupun di seluruh dunia adalah mengikuti perintah
Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, khususnya memungut riba dalam pinjam-meminjam.
Ini berbeda dengan tujuan pendirian bank-bank konvensional, yaitu menyediakan
pinjaman dengan menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan ke masyarakat yang
membutuhkan. Dengan kata lain, bank konvensional adalah lembaga perantara
keuangan. Tujuan lebih lanjut adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisnis
dengan memanfaatkan simpanan masyarakat yang memiliki dana surplus setelah
dikurangi konsumsi.
Maka, dari segi aksiologi, bank
syariah, yang semula disebut bank Islam, didirikan untuk menerapkan hukum
Islam, sedangkan bank konvensional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara
epistemologi, pengelolaan bank konvensional berpedoman pada manajemen
perbankan. Akan tetapi, dalam bank syariah, manajemen perbankan harus mengikuti
hukum-hukum syariah. Itu sebabnya bank syariah memiliki lembaga pengawasan,
disebut Dewan Syariah, dibentuk oleh otoritas keagamaan, Majelis Ulama
Indonesia atau di Malaysia, Dewan Ugama.
Mengingat motifnya bukan bisnis,
pernah ada yang mengatakan, bank syariah akan sulit berkembang, tetapi
kenyataan menunjukkan sebaliknya. Perbankan syariah berkembang meski awalnya
dijumpai kesulitan menghimpun dana untuk modal awal sebesar Rp 10 miliar
(1990-an). Berkat intervensi negara melalui Presiden Soeharto, dapat dihimpun
dana Rp 110 miliar. Langsung dapat dibentuk bank syariah pertama bernama Bank
Mu’amalat Indonesia (BMI) dengan CAR amat mencukupi. Namun, kecukupan modal saja
tidak mencukupi. Dana selanjutnya diharapkan dari penyimpan pihak ketiga untuk
memperbesar modal dan aset. Semula juga diragukan, masyarakat bersedia
menabung. Masalahnya, penabung tidak dijanjikan suku bunga pasti, tetapi
bergantung pada laba dan bagi hasil. Jika laba bank kecil atau merugi,
perolehan bagi hasil nasabah ikut kecil pula.
Maka, agar masyarakat—yang umumnya
bermotif ekonomi—mau menyimpan uangnya di bank, perlu dibuktikan bahwa bagi
hasil bank syariah lebih tinggi dari bunga bank konvensional. Bank syariah
berharap mendapat nasabah emosional dari umat Islam yang takut menjalankan
riba. Penyimpan seperti itu ada, bahkan cukup fanatik. Buktinya, saat suku
bunga bank mencapai 70 persen pada masa krisis, nasabah emosional itu tetap
bertahan dengan tingkat bagi hasil yang jelas lebih rendah. Rush yang
diramalkan pun tidak terjadi. Bahkan, bank-bank syariah tetap bertahan,
sementara banyak bank konvensional bangkrut karena penarikan dana dan negative
spread. Hal ini menjadi bukti keunggulan syariah yang tidak bergantung pada
naik-turunnya suku bunga, dibanding bank konvensional.
Bank syariah menunjukkan bukti
sukses penerapan syariah di bidang bisnis. Kunci sukses ini ada dalam metode
atau cara penerapan.
Pertama, kajian ilmiah tentang riba
dan alternatif riba dengan menggunakan teori-teori ekonomi, terutama moneter
modern. Hasil kajian itu diterbitkan dalam jurnal-jurnal profesional untuk
diketahui dunia akademis. Penerbitan itu menimbulkan aneka perbincangan tanpa
melibatkan iman, dogma, dan doktrin keagamaan. Dan, kajian itu bisa diterima
dunia akademis untuk dikuliahkan dan dipelajari mahasiswa di universitas
terkemuka, seperti Harvard dan Oxford.
Kedua, hasil kajian ilmiah tentang
perbankan syariah lalu dikemas menjadi produk-produk perbankan dan ditawarkan
ke masyarakat dan dunia bisnis. Sebagian masyarakat menerima produk itu
berdasar keyakinan agama, tetapi dunia bisnis ada yang menerima dan menolak
produk itu berdasar pertimbangan rasional-ekonomis, yakni untung rugi. Inilah
yang mendasari sebagian pemilik dana untuk menginvestasikan dan menyimpan
uangnya ke bank syariah.
Ketiga, seperti kebijakan moneter
dan perbankan memerlukan legislasi dan regulasi untuk menjamin kepastian hukum,
syariat di bidang perbankan ini juga dilegislasikan, biasanya setelah
didiskusikan secara publik melalui seminar-seminar. Pelegislasian syariat itu
dilakukan melalui cara demokratis.
Meskipun UU dan peraturan perbankan
syariat telah menjadi hukum positif, tetapi realisasinya tetap bersifat
sukarela karena, menurut Sjafruddin Prawiranegara SH, mantan Gubernur BI, hukum
syariat adalah sebuah voluntary law. Dengan perlindungan hukum, bank syariah
berkembang di pasar, bersaing dengan bank-bank konvensional. Konsumen
dipersilakan memilih. Hal ini berbeda, misalnya, dengan di Iran, di mana
perbankan syariah diberlakukan dengan menutup bank-bank konvensional.
Ada beberapa faktor mengapa
perbankan syariah berkembang. Pertama, produk bank syariah memiliki keunggulan,
misalnya penyimpan maupun peminjam terhindar dari risiko fluktuasi suku bunga
sehingga memudahkan perencanaan usaha. Kedua, produk bank syariah cukup
variatif yang tidak bisa dilaksanakan di bank konvensional misalnya sistem
gadai atau raihan, mudharabah muqayyadah di mana pemilik dana bisa menunjuk
peminjam dan di bidang apa bisa dan tidak bisa diinvestasikan, juga ijarah
muntahya bi al tamlik atau sewa dengan hak untuk memiliki barang di akhir sewa
atau hak untuk membeli barang yang telah disewa. Namun, bank syariah juga
memiliki hambatan. Pertama, tidak mudah bagi bank syariah untuk mengeluarkan
produk baru karena pertimbangan subhat atau meragukan hukumnya yang merupakan
grey area dalam penilaian Dewan Syariah. Kedua, jika dana berlebih, hukum
syariat melarang bank menyimpannya di SBI. Namun, bisa disimpan di giro wadiah
BI yang bagi hasilnya lebih kecil daripada suku bunga SBI. Ketiga, bank syariah
terkena pajak untuk transaksi murabahah karena dianggap sebagai produk
perdagangan dan bukan hanya produk bank. Agar bisa berkembang, bank syariah
harus membuktikan keunggulanya berdasarkan manfaat, baik bagi masyarakat umum
maupun dunia bisnis. Kini investor non-Muslim banyak yang tertarik untuk
berinvestasi di bank syariah. Demikian pula nasabah rasional sudah melebihi 50
persen dari seluruh nasabah, jadi sudah diterima pasar.
Di AS, para ahli keuangan sudah
melirik. Bahkan, mulai mempelajari apakah konsep syariah bisa menjadi
alternatif sistem keuangan global yang kini sedang dilanda turbulensi? Di
Indonesia, gerakan perkreditan mikro juga bertanya, apakah pendekatan syariah
bisa mendukung sistem perkreditan mikro yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat
yang sehat, mandiri dan berkelanjutan (sustainable).
Dalam urusan muamalat, hukum asal
sesuatu adalah diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Ini berarti
ketika suatu transaksi baru muncul di mana belum dikenal sebelumnya dalam hukum
Islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima kecuali terdapat
implikasi dari dalil Quran dan Hadist yang melarangnya secara eksplisit maupun
implisit. Begitu pula Islam menyikapi perbankan atau jihbiz.
Pada dasarnya ketiga fungsi utama
perbankan adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsinya
perbankan melakukan hal-hal yang dilarang syariah. Nah, dalam praktek perbankan
konvensional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan
sistem bunga. Bank konvensional tidak serta merta identik dengan riba, namun
kebanyakan praktek bank konvensional dapat digolongkan sebagai transaksi
ribawi.
Dari definisi riba, sebab (illat)
dan tujuan (hikmah) pelarangan riba, maka dapat diidentifikasi praktek
perbankan konvensional yang tergolong riba. Riba fadl dapat ditemui dalam
transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai. Riba
nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga
tabungan / deposito / giro.
Riba jahiliyah dapat ditemui dalam
transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya. Jelaslah bahwa
perbankan konvensional dalam melaksanakan beberapa kegiatannya tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk
memperkenalkan praktek perbankan berdasarkan prinsip syariah. Lima transaksi
yang lazim dipraktekkan oleh perbankan syariah :
1. Transaksi yang tidak mengandung
riba.
2. Transaksi yang ditujukan untuk
memiliki barang dengan cara jual beli (murabahah).
3. Transaksi yang ditujukan untuk
mendapatkan jasa dengan cara sewa (ijarah)
4. Transaksi yang ditujukan untuk
mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (mudharabah)
5. Transaksi deposito, tabungan,
giro yang imbalannya adalah bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan
(wadiah).
Dalam ilmu fiqh dikenal tiga jenis
riba yaitu: a. Riba Fadl Riba Fadl disebut juga riba buyu yaitu yang timbul
akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya
(mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu
penyerahannya (yadan bi yadin). Pertukaran semisal ini mengandung gharar yaitu
ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang yang
dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan zalim terhadap salah satu
pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak lain. Contoh berikut ini akan memperjelas
adanya gharar. Ketika kaum Yahudi kalah dalam perang Khaibar, maka harta mereka
diambil sebagai rampasan perang (ghanimah), termasuk diantaranya adalah
perhiasan yang terbuat dari emas dan perak. Tentu saja perhiasan tersebut bukan
gaya hidup kaum muslimin yang sederhana. Oleh karena itu, orang Yahudi berusaha
membeli perhiasannya yang terbuat dari emas tersebut, yang akan dibayar dengan
uang yang terbuat dari emas (dinar) dan uang yang terbuat dari perak (dirham).
Jadi se-benarnya yang akan terjadi bukanlah jual beli, namun pertukaran barang
yang sejenis. Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak . Perhiasan
perak dengan berat yang setara dengan 40 dirham (satu uqiyah) dijual oleh kaum
muslimin kepada kaum Yahudi seharga dua atau tiga dirham, padahal nilai
perhiasan perak seberat satu uqiyah jauh lebih tinggi dari sekedar 2-3 dirham.
Jadi muncul ketidakjelasan (gharar) akan nilai perhiasan perakdan nilai uang
perak (dirham). Mendengar hal tersebut Rasulullah SAW mencegahnya dan bersabda:
“Dari Abu Said al-Khdri ra, Rasul SAW bersabda : Transaksi pertukaran emas
dengan emas harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai),
kelebihannya adalah riba; perak dengan perak harus sama takaran dan timbangan
dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba; tepung dengan tepung
harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah
riba; korma dengan korma harus sama takaran,timbangan dan tangan ke tangan
(tunai), kelebihannya adalah riba; garam dengan garam harus sama takaran,
timbangan dan tangan ke tangan (tunai) kelebihannya adalah riba.” (Riwayat
Muslim) Di luar keenam jenis barang ini dibolehkan asalkan dilakukan
penyerahannya pada saat yang sama. Rasul SAW bersabda: “Jangan kamu
bertransaksi satu dinar dengan dua dinar, satu dirham dengan dua dirham; satu
sha dengan dua sha karena aku khawatir akan terjadinya riba (al-rama).
Seorang bertanya : wahai Rasul:
bagaimana jika seseorang menjual seekor kuda dengan beberapa ekor kuda dan
seekor unta dengan beberapa ekor unta? Jawab Nabi SAW “Tidak mengapa, asal
dilakukan dengan tangan ke tangan (langsung).”(HR Ahmad dan Thabra¬ni). Dalam
perbankan, riba fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang
tidak dilakukan dengan cara tunai (spot). b. Riba Nasi’ah Riba Nasi’ah disebut
juga riba duyun yaitu riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak
memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil
usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Transaksi semisal ini
mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, ha¬nya karena berjalannya
waktu. Nasi ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba Nasi ah
mun¬cul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan an¬tara barang yang
diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Jadi al ghunmu
(untung) muncul tanpa adanya resiko (al ghurmi), hasil usaha (al kharaj) muncul
tanpa adanya biaya (dhaman); al ghunmu dan al kharaj muncul hanya dengan
berjalannya waktu. Padahal dalam bisnis selalu ada ke¬mungkinan untung dan
rugi. Memastikan sesuatu yang di luar wewenang manusia adalah bentuk kezaliman
(QS AI Hasyr, 18 dan QS Luqman, 34). Pertukaran kewajiban menanggung beban
(exchange of liability) ini, dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah
satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak lain.
Pendapat Imam Sarakhzi akan
memperjelas hal ini. “Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi
bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan
tersebut” (Imam Sarakhsi dalam al-Mabsut, juz. Xll., hal. 109). Dalam perbankan
konvensional, riba nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan
pembayaran bunga deposito, tabungan, giro. c. Riba Jahiliyah Riba Jahiliyah
adalah hutang yang dibayar melebihi dari po¬kok pinjaman, karena si peminjam tidak
mampu mengembali¬kan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan6. Riba
Ja¬hiliyah dilarang karena pelanggaran kaedah “Kullu Qardin Jarra Manfa’ah
Fahuwa Riba” (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Dari segi
penundaan waktu penyerahan¬nya, riba jahiliyah tergolong Riba Nasi ah; dari
segi kesamaan objek yang dipertukarkan, tergolong Riba Fadl. Tafsir Qurtuby
menjelaskan: “Pada Zaman Jahiliyah para kreditur, apabila hutang sudah jatuh
tempo, akan berkata kepada para debitur : “Lunaskan hu¬tang anda sekarang, atau
anda tunda pembayaran itu dengan tambahan” “Maka pihak debitur harus menambah
jumlah kewa¬jiban pembayaran hutangnya dan kreditur menunggu waktu pembayaran
kewajiban tersebut sesuai dengan ketentuan baru. ” (Tafsir Qurtubi, 2/1157).
Dalam perbankan konvensional, riba jahiliyah dapat ditemui dalam pengenaan
bunga pada transaksi kartu kredit.
Selama periode krisis ekonomi, bank
syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan
dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif
rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (nonperforming financing) pada
bank syariah dan tidak terjadinya negative spreaddalam kegiatan
operasionalnya. Pengalaman historis tersebut telah memberikan harapan kepada
masyarakat akan hadirnya sistem perbankan syariah sebagai alternatif sistem
perbankan yang selain memenuhi harapan masyarakat dalam aspek syariah juga
dapat memberikan manfaat yang luas dalam perekonomian.
Saat ini terdapat 20 persen market
share syariah loyalis dengan karakteristik antara lain mereka menghindari
segala macam bentuk riba (bunga/bank konvensional), cenderung untuk menggunakan
lebih dari satu bank syariah, dan memiliki kecenderungan untuk berpindah dari
satu bank ke bank syariah lain. Dengan demikian loyalis syariah di sektor UMKM
terdapat sekitar delapan juta pengusaha dengan potensi pembiayaan yang bisa
mencapai Rp 60 triliun, potensi revenue sekitar Rp 18 triliun. Saat ini masih
sedikit bahkan belum ada perbankan syariah yang secara serius dan fokus
menggarap sektor mikro. Hal ini karena sektor ini memiliki kekhasan tersendiri
baik mengenai delivery channel, prosedur dan proses, maupun sumber daya
insaninya. Distribusi pengusaha UMKM yang memancar luas melewati batas-batas
teritorial dan sosial, telah mensyaratkan adanya jaringan perbankan syariah
yang memiliki keluasan jangkauan pelayanan. Terbatasnya jaringan kantor bank
syariah menyebabkan pengenalan dan pengalaman masyarakat menggunakan jasa
perbankan syariah terbatas pula. Oleh karenanya, perluasan jaringan menjadi
sesuatu yang mutlak diperlukan untuk menggarap segmen ini. Salah satu
karakteristik pengusaha UMKM adalah keinginan kemudahan syarat dan proses dalam
pengajuan pembiayaan. Mereka biasanya banyak yang secara bisnis cukup feasible,
tetapi terkendala dengan keterbatasan-keterbatasan, seperti jaminan dan
kelengkapan administrasi (TDP, SIUP, NPWP). Biasanya bank memberikan ketentuan
persyaratan jaminan yang cukup ketat. Misalkan, jaminan tanah dan bangunan
harus lengkap dengan sertifikatnya, IMB, lebar jalan lebih dari empat meter,
serta harus diasuransikan. Ini tentu saja sangat menyulitkan para pengusaha
sektor mikro.
Karenanya, perlu ada semacam
deregulasi ketentuan pemberian pembiayaan terhadap pengusaha sektor mikro . Jangan
lagi mendasarkan pada collateral basis, tetapi beralihlah pada character
basis karena pada dasarnya pengusaha sektor ini enggan dan malu berutang,
apalagi untuk memacetkan hutangnya. Dengan character basis ini, pihak bank
harus tahu persis tentang karakter para pengusaha di daerah setempat. Dalam hal
ini pihak bank bisa berkoordinasi dengan tokoh masyarakat setempat, ketua
pasar, dan kelompok masyarakat lainnya. Para pelaku UMKM memiliki keragaman
karakteristik sesuai latar belakang budaya daerah setempat. Keragaman ini tidak
bisa diatasi dengan suatu pola pendekatan yang sama. Kualifikasi sumber daya
insani perbankan syariah tidak semata-mata diukur dengan pemahaman mengenai
produk-produk perbankan Syariah, tetapi juga harus memiliki pengalaman dan kemampuan
menjalin hubungan dengan nasabah yang memiliki beragam karakteristik sesuai
latar belakang budaya setempat. Dengan demikian, kita harapkan perbankan
syariah dapat meningkatkan peranannya dalam memenuhi harapan masyarakat
terutama di sektor UMKM.
Secara umum pengertian Bank Islam
(Islamic Bank) adalah bank yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini
banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain
istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free
Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a
Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis
yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank
Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah”.
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini
banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain
istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free
Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a
Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis
yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank
Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah”.
Undang-undang Perbankan Indonesia,
yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 10
Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan makalah ini disingkat UUPI),
membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana
disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan pengertian
prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).
Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan makalah ini disingkat UUPI),
membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana
disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan pengertian
prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).
Fungsi Bank Syariah secara garis
besar tidak berbeda dengan bank
konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary
institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam
bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis
keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang
dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari
pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai
imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit
margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Disamping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi dari
mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari Bank Syariah
dibandingkan dengan bank konvensional adalah diperbolehkannya Bank
Syariah melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance
dan perdagangan (trading). Hal ini berkenaan dengan sifat dasar
transaksi Bank Syariah yang merupakan investasi dan jual beli serta
sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan Bank
Syariah, seperti pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual beli),
ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli) dan lain-lain.
konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary
institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam
bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis
keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang
dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari
pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai
imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit
margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Disamping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi dari
mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari Bank Syariah
dibandingkan dengan bank konvensional adalah diperbolehkannya Bank
Syariah melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance
dan perdagangan (trading). Hal ini berkenaan dengan sifat dasar
transaksi Bank Syariah yang merupakan investasi dan jual beli serta
sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan Bank
Syariah, seperti pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual beli),
ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli) dan lain-lain.
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI PERBANKAN DAN ASURANSI
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI PERBANKAN DAN ASURANSI
Hukum Perbankan
Undang-Undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan yang
telah diubah dengan undang-undang no.10 tahun 1998. Memeberikan landasan
prevensi bagi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, sehingga kepentingan
masyarakat maupun kelangsungan hidup bisnis perbankan nasional dapat
terlindungi.
unsur unsur hukum perbankan adalah :
1. serangkaian ketentuan hukum
positif(perbankan). ketentuan hukum perbankan dengan dikeluarkannya peraturan
perundang-undangan. baik berupa undang-undang peraturan pemerintah, keputusan
presiden, peraturan bank indonesia, keputusan direksi dan surat edaran bank
indonesia dan peraturan pelaksana lainnya.
2. hukum positif (perbankan) tersebut
bersumber ketentuan tertulis dan tidak tertulis. tertulis adalah ketentuan
dibentuk badan pembentuk hukum dan perundangan yang berwenang, baik berupa
peraturan original maupun peraturan derevatif. sedangkan ketentuan yang
tidak tertulis adalah ketentuan yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan operasional perbankan.
4. ketentuan hukum perbankan mengatur
tatalaksana kelembagaan bank, yang ,mencakup perizinan bentuk hukum
kepengurusan , dan kepemilikan bank.
5. ketentuan hukum bank mengatur aspek
kegiatan keusahaanya. fungsi bank sebagai penghimpun dana masyarakat.
Ada beberapa contoh kasus dalam ekonomi
perbankan, diantaranya:
Praktek pencucian
uang
: Kejahatan pencucian uang ini di dalam ilmu kriminologi dikategorikan
merupakan salah satu bentuk kejahatan organizated crime karena didalam
kejahatan ini terdapat pihak-pihak tertentu yang ikut serta. Pada dekade
1980-an uang haram ini semakin berkembang hal ini di tandai dengan
berkembangnya bisnis-bisnis haram seperti perdagangan narkoba dan obat bius
yang membuat untung miliaran dollar kemudian munculah istilah narco dollar.
Tidak hanya kegiatan perdagangan narkoba, akan tetapi kegiatan perjudian dan
pelacuran turut meramaikan perkembangan money loundring pada dekade 1980-an
ini. Sumber-sumber uang inilah yang kita kenal dengan pencucian uang, lalu uang
ini di masukkan pada sektor legal dan uang itu pun menjadi tercuci
bersih.Sejalan dengan kemajuan IPTEK ternyata sektor perbankan merupakan
sasaran empuk untuk kegiatan pencucian uang mengingat dari sektor inilah yang
paling memungkinkan untuk hal ini. Sektor perbankan merupakan sebuah sektor
yang memberikan layanan pada lalu lintas keuangan yang dapat dipakai untuk
menyembunyikan asal usul uang haram ini.
Korupsi : Secara
harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar
dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Hukum Asuransi
Pengertian Asuransi
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengambil alih suatu risiko dari pihak tertanggung. Pengalihan risiko tersebut meliputi kemungkinan kerugian material dialami tertanggung akibat suatu peristiwa yang mungkin atau belum pasti akan terjadi.
Perjanjian asuransi adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi, premi yang harus dibayar oleh tertanggung kepada penanggung sebagai jasa pengalihan risiko tersebut, serta besarnya dana yang bisa diklaim di masa depan, termasuk biaya administratif dan keuntungan.
Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.
Objek pertanggungan dalam perjanjian asuransi bisa berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lain yang mungkin hilang, rusak, atau berkurang nilainya.
Dengan kata lain, unsur-unsur dalam sebuah perjanjian asuransi meliputi hal-hal berikut :
Subjek hukum, yaitu pihak penanggung dan tertanggung.
Substansi hukum berupa mengalihan risiko.
Objek pertanggungan, berupa benda atau kepentingan yang melekat padanya yang bisa dinilai dengan uang.
Adanya peristiwa tidak tentu yang mungkin terjadi (evenement).
Sebuah perjanjian asuransi dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang saling mengikatkan diri.
Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Adanya hal tertentu yang menjadi sebab yang halal.
Premi dan Polis
Dalam hukum asuransi, dikenal kata premi dan polis. Berikut ini adalah penjelasannya.
Premi adalah suatu prestasi yang diberikan oleh tertanggung kepada penanggung atas jasanya mengambil alih risiko. Premi adalah kewajiban pokok yang harus dipenuhi oleh tertanggung dan bisa dianggap sebagai imbalan atas jasa penanggung.
Perjanjian pengalihan risiko dalam hukum asuransi harus dibuat secara tertulis dalam sebuah akta tertentu yang menjelaskan tentang unsur-unsur perjanjian tersebut. Akta ini disebut polis dan digunakan sebagai alat bukti perjanjian pertanggungan. Dalam hukum asuransi, polis dibuat oleh pihak tertanggung.
Risiko dan Evenement
Risiko yang dialihkan dari tertanggung kepada penanggung, dalam arti asuransi adalah berupa kemungkinan terjadinya kerugian, serta batalnya sebagian atau keseluruhan keuntungan yang diharapkan, yang diakibatkan oleh suatu kejadian luar biasa yang tidak terprediksi, di luar kekuasaan manusia.
Peristiwa tidak terduga itu disebut evenement, sebuah peristiwa tidak terduga yang menurut pengalaman normal tidak bisa dipastikan akan terjadi. Kalaupun peristiwa tersebut bisa dipastikan terjadi, kematian misalnya, waktunya tidak bisa dipastikan. Peristiwa tersebut juga berupa sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Jika terjadi, akan menimbulkan kerugian atau membatalkan keuntungan.
Dalam menghitung risiko yang ditanggungkan, perusahaan asuransi menerapkan ilmu aktuaria yang menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas.
Prinsip Dasar Asuransi
Terdapat 6 prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam asuransi :
Insurable interest, hak pertanggungan yang timbul dari sebuah hubungan keuangan, yang diakui secara hukum.
Utmost good faith, mengungkapkan secara lengkap mengenai sesuatu yang dipertanggungkan. Dalam hal ini, kedua belah pihak harus jujur menjelaskan mengenai kondisi objek dan luasnya pertanggungan.
Proximate cause, adanya kejadian yang menyebabkan kerugian tanpa adanya intervensi atas kejadian tersebut.
Indemnity, kompensasi finansial yang disediakan penanggung untuk mengembalikan tertanggung pada posisi finansial sesaat sebelum sebuah kejadian enverement terjadi.
Subrogation, hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung.
Contribution, hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya dalam bentuk kerja sama atau gotong royong.
Manfaat Asuransi
Berikut ini adalah beberapa manfaat asuransi :
Jaminan perlindungan atas risiko kerugian tidak terduga.
Efisiensi dalam pengamanan dan pengawasan terhadap suatu barang atau objek.
Biaya premi relatif kecil untuk menghindari suatu potensi risiko yang tidak terduga.
Berdampak pada pemerataan biaya, dari sesuatu yang tak terprediksi menjadi biaya yang jumlahnya tertentu.
Dalam kaitannya dengan hubungan bisnis, asuransi yang dimiliki pihak tertanggung memberi kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menjalin hubungan bisnis, misalnya peminjaman uang, kredit, sewa beli, dan sebagainya.
Untuk asuransi jiwa, premi bisa dinilai sebagai tabungan karena jumlah yang dibayar tertanggung akan dikembalikan oleh perusahaan asuransi dalam jumlah yang lebih besar.
Sejarah Asuransi
Diharapkan dengan mengawali pengetahuan tentang Sejarah Asuransi dengan lebih mudah karena akan lebih menghayati atau menjiwai tentang latar belakang dan asal usulnya. Dari penggalian sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia, sejak zaman sebelum masehi ditemukan riwayat asal usul sampai perkembangan asuransi seperti sekarang ini. Pada perkembangan awalnya asuransi tentu belum berbentuk seperti sekarang, namun dalam bentuk yang masih samar. Manusia pada umumnya mempunyai naluri selalu berusaha menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kekurangan makan/pangan.
Salah satu riwayat mengenai masalah ini tercantum pada Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43 – 49 dan Kitab Injil Perjanjian Lama Genesis 41. Diriwayatkan tentang salah seorang Raja di Negeri Mesir yang bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang kurus-kurus masingrmasing menelan seekor sapi yang gemuk. Dalam mimpinya yang kedua Raja melihat tujuh butir gandum yang kosong. Nabi Yusuf A.S. diminta menafsirkan mimpi tersebut dan menerangkan bahwa negara Mesir akan mengalami tujuh tahun berturut-turut panen gandum yang subur dan kemudian tujuh tahun berikutnya berturut-turut akan mengalami masa paceklik. Selanjutnya NabiYusuf AS. memberi saran agar pada saat panen yang melimpah itu sebagian panen dicadangkan untuk masa paceklik yang akan datang.
Selain itu sebuah buku kuno dari India yang dinami “Rig Veda” yang ditulis dalam bahasa Sansekerta menyebutkan riwayat tentang “Yoga Kshema” yang berarti pertanggungan. Riwayat di atas adalah sebagai bukti bahwa manusia senantiasa memikirkan dan mempersiapkan kehidupan masa depannya.
Sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal memerlukan dana untuk mengoperasikan kapalnya atau melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari seorang saudagar (Kreditur) dengan menggunakan kapalnya sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa si Pemilik kapal dibebaskan dari pembayaran hutangnya apabila kapal tersebut selamat sampai tujuan, di samping sejumlah uang sebagai imbalan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi pinjaman. Tambahan biaya ini dapat dianggap sama dengan “uang premi” yang dikenal pada asuransi sekarang. Di samping kapal yang dijadikan barang jaminan, dapat pula dipakai sebagai jaminan berupa barang-barang muatan (Cargo). Transaksi seperti ini disebut “RESPONDENT/A CONTRACT”.
Sejarah Asuransi Di Indonesia
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.
Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha pera.suransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :
Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi.
Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris
Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :
Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.
Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena pencurian.
Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha.
Landasan Hukum
Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan, di antaranya sebagai berikut.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
Pengertian Asuransi
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengambil alih suatu risiko dari pihak tertanggung. Pengalihan risiko tersebut meliputi kemungkinan kerugian material dialami tertanggung akibat suatu peristiwa yang mungkin atau belum pasti akan terjadi.
Perjanjian asuransi adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi, premi yang harus dibayar oleh tertanggung kepada penanggung sebagai jasa pengalihan risiko tersebut, serta besarnya dana yang bisa diklaim di masa depan, termasuk biaya administratif dan keuntungan.
Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.
Objek pertanggungan dalam perjanjian asuransi bisa berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lain yang mungkin hilang, rusak, atau berkurang nilainya.
Dengan kata lain, unsur-unsur dalam sebuah perjanjian asuransi meliputi hal-hal berikut :
Subjek hukum, yaitu pihak penanggung dan tertanggung.
Substansi hukum berupa mengalihan risiko.
Objek pertanggungan, berupa benda atau kepentingan yang melekat padanya yang bisa dinilai dengan uang.
Adanya peristiwa tidak tentu yang mungkin terjadi (evenement).
Sebuah perjanjian asuransi dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang saling mengikatkan diri.
Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Adanya hal tertentu yang menjadi sebab yang halal.
Premi dan Polis
Dalam hukum asuransi, dikenal kata premi dan polis. Berikut ini adalah penjelasannya.
Premi adalah suatu prestasi yang diberikan oleh tertanggung kepada penanggung atas jasanya mengambil alih risiko. Premi adalah kewajiban pokok yang harus dipenuhi oleh tertanggung dan bisa dianggap sebagai imbalan atas jasa penanggung.
Perjanjian pengalihan risiko dalam hukum asuransi harus dibuat secara tertulis dalam sebuah akta tertentu yang menjelaskan tentang unsur-unsur perjanjian tersebut. Akta ini disebut polis dan digunakan sebagai alat bukti perjanjian pertanggungan. Dalam hukum asuransi, polis dibuat oleh pihak tertanggung.
Risiko dan Evenement
Risiko yang dialihkan dari tertanggung kepada penanggung, dalam arti asuransi adalah berupa kemungkinan terjadinya kerugian, serta batalnya sebagian atau keseluruhan keuntungan yang diharapkan, yang diakibatkan oleh suatu kejadian luar biasa yang tidak terprediksi, di luar kekuasaan manusia.
Peristiwa tidak terduga itu disebut evenement, sebuah peristiwa tidak terduga yang menurut pengalaman normal tidak bisa dipastikan akan terjadi. Kalaupun peristiwa tersebut bisa dipastikan terjadi, kematian misalnya, waktunya tidak bisa dipastikan. Peristiwa tersebut juga berupa sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Jika terjadi, akan menimbulkan kerugian atau membatalkan keuntungan.
Dalam menghitung risiko yang ditanggungkan, perusahaan asuransi menerapkan ilmu aktuaria yang menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas.
Prinsip Dasar Asuransi
Terdapat 6 prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam asuransi :
Insurable interest, hak pertanggungan yang timbul dari sebuah hubungan keuangan, yang diakui secara hukum.
Utmost good faith, mengungkapkan secara lengkap mengenai sesuatu yang dipertanggungkan. Dalam hal ini, kedua belah pihak harus jujur menjelaskan mengenai kondisi objek dan luasnya pertanggungan.
Proximate cause, adanya kejadian yang menyebabkan kerugian tanpa adanya intervensi atas kejadian tersebut.
Indemnity, kompensasi finansial yang disediakan penanggung untuk mengembalikan tertanggung pada posisi finansial sesaat sebelum sebuah kejadian enverement terjadi.
Subrogation, hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung.
Contribution, hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya dalam bentuk kerja sama atau gotong royong.
Manfaat Asuransi
Berikut ini adalah beberapa manfaat asuransi :
Jaminan perlindungan atas risiko kerugian tidak terduga.
Efisiensi dalam pengamanan dan pengawasan terhadap suatu barang atau objek.
Biaya premi relatif kecil untuk menghindari suatu potensi risiko yang tidak terduga.
Berdampak pada pemerataan biaya, dari sesuatu yang tak terprediksi menjadi biaya yang jumlahnya tertentu.
Dalam kaitannya dengan hubungan bisnis, asuransi yang dimiliki pihak tertanggung memberi kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menjalin hubungan bisnis, misalnya peminjaman uang, kredit, sewa beli, dan sebagainya.
Untuk asuransi jiwa, premi bisa dinilai sebagai tabungan karena jumlah yang dibayar tertanggung akan dikembalikan oleh perusahaan asuransi dalam jumlah yang lebih besar.
Sejarah Asuransi
Diharapkan dengan mengawali pengetahuan tentang Sejarah Asuransi dengan lebih mudah karena akan lebih menghayati atau menjiwai tentang latar belakang dan asal usulnya. Dari penggalian sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia, sejak zaman sebelum masehi ditemukan riwayat asal usul sampai perkembangan asuransi seperti sekarang ini. Pada perkembangan awalnya asuransi tentu belum berbentuk seperti sekarang, namun dalam bentuk yang masih samar. Manusia pada umumnya mempunyai naluri selalu berusaha menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kekurangan makan/pangan.
Salah satu riwayat mengenai masalah ini tercantum pada Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43 – 49 dan Kitab Injil Perjanjian Lama Genesis 41. Diriwayatkan tentang salah seorang Raja di Negeri Mesir yang bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang kurus-kurus masingrmasing menelan seekor sapi yang gemuk. Dalam mimpinya yang kedua Raja melihat tujuh butir gandum yang kosong. Nabi Yusuf A.S. diminta menafsirkan mimpi tersebut dan menerangkan bahwa negara Mesir akan mengalami tujuh tahun berturut-turut panen gandum yang subur dan kemudian tujuh tahun berikutnya berturut-turut akan mengalami masa paceklik. Selanjutnya NabiYusuf AS. memberi saran agar pada saat panen yang melimpah itu sebagian panen dicadangkan untuk masa paceklik yang akan datang.
Selain itu sebuah buku kuno dari India yang dinami “Rig Veda” yang ditulis dalam bahasa Sansekerta menyebutkan riwayat tentang “Yoga Kshema” yang berarti pertanggungan. Riwayat di atas adalah sebagai bukti bahwa manusia senantiasa memikirkan dan mempersiapkan kehidupan masa depannya.
Sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal memerlukan dana untuk mengoperasikan kapalnya atau melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari seorang saudagar (Kreditur) dengan menggunakan kapalnya sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa si Pemilik kapal dibebaskan dari pembayaran hutangnya apabila kapal tersebut selamat sampai tujuan, di samping sejumlah uang sebagai imbalan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi pinjaman. Tambahan biaya ini dapat dianggap sama dengan “uang premi” yang dikenal pada asuransi sekarang. Di samping kapal yang dijadikan barang jaminan, dapat pula dipakai sebagai jaminan berupa barang-barang muatan (Cargo). Transaksi seperti ini disebut “RESPONDENT/A CONTRACT”.
Sejarah Asuransi Di Indonesia
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.
Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha pera.suransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :
Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi.
Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris
Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :
Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.
Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena pencurian.
Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha.
Landasan Hukum
Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan, di antaranya sebagai berikut.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
HUKUM DAGANG
HUKUM DAGANG
Perdagangan
atau perniagaan pada umumnya ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat
atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu
yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam zaman modern ini
perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk
membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian
dan penjualan.
Jenis-jenis
perdagangan dibagi menjadi tiga, yaitu :
·
Menurut
pekerjaan yang dilakukan pedagang, yaitu :
-
Perdagangan mengumpulkan (produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)
-
Perdagangan menyebutkan (importir – pedagang besar – pedagang menengah –
konsumen)
·
Menurut
jenis barang yang diperdagangkan, yaitu :
-
Perdagangan barang A yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia.
Contoh: (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)
-
Perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rohani manuia. Contoh
(kesenian, musik)
-
Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)
·
Menurut
daerah, tempat perdagangan itu dilakukan, yaitu :
-
Perdagangan dalam negeri
-
Perdagangan internasional A terdiri atas perdagangan ekspor dan perdagangan
impor
-
Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)
Menurut
Soesilo Prajogo yang dimaksud Hukum Dagang adalah “Pada hakekatnya sama dengan
hukum perdata hanya saja dalam hukum dagang yang menjadi objek adalah
perusahaan dengan latar belakang dagang pada umumnya termask wesel, cek,
pengangkutan, asuransi dan kepalitan.
Sumber-sumber
hukum dagang Indonesia :
1.
Pengaturan Hukum di Dalam Kodifikasi
2.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Ketentuan
KUHPerdata yang secara nyata menjadi sumber hukum dagang adalah tentang
perikatan. Hal itu dapat dimengerti, karena sebagaimana dikatakan H.M.N
Purwosutjipto bahwa hukum dagang adalah hukum yang timbul dalam lingkup
perusahaan. Selain Buku III tersebut, beberapa bagian dari Buku II KUHPerdata
tentang Benda juga merupakan sumber hukum dagang, misalnya Titel XXI mengenai
Hipotik.
Pengaturan di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
KUHD
yang mulai berlaku di Indoneia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab dan 23
bab. Di dalam KUHD jelas tercantum bahwa implementasi dan pengkhususan dari
cabang-cabang hukum dagang bersumber pada Kitab Undang-undang Hukum Dagang Isi
pokok daripada KUHD Indonesia adalah:
1.
Kitab
pertama berjudul Tentang Dagang Umumnya, yang memuat 10 bab.
2.
Kitab
kedua berjudul Tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari
Pelayaran, terdiri dari 13 bab.
3.
Pengaturan
di Luar Kodifikasi
Sumber-sumber
hukum dagang yang terdapat di luar kodifikasi diantaranya adalah sebagai
berikut :
-
UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas
-
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
-
UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Hukum Kebiasaan
Hukum
kebiasaan adalah kebiasaan yang sering dilakukan oleh subyek hukum dan sudah
menjadi opini umum dan menimbulkan sanksi apabila tidak dilakukan kebiasaan
tersebut.
Hukum
dagang di Indonesia terutama bersumber pada :
·
Hukum
tertulis yang sudah di kodifikasikan, yaitu :
a.
KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau wetboek van koophandel Indonesia
(W.K)
b.
KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk wetboek Indonesia (B.W)
·
Hukum-hukum
tertulis yang belum dikoodifikasikan, yakni perudang-undangan khusus yang
mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
Hukum
dagang di atas terkait dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari
pelajaran, dan dagang pada umumnya.
KUHD
di Indonesia kira-kira satu abad yang lalu di bawa dari Belanda ke tanah air
kita, dan KUHD ini berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 yang kitabnya terbagi
atas dua, masing-masing kitab di bagi menjadi beberapa bab tentang hukum dagang
itu sendiri. Dan terbagi dalam bagian-bagian, dan masing-masing bagian itu di
bagi dalam bagian-bagian dan masing menjadi pasal-pasal atau ayat-ayat. Pada bagian
KUHS itu mengatur tentang hukum dagang.
Hal-hal
yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya seperti :
·
Persetujuan
jual beli (contract of sale)
·
Persetujuan
sewa-menyewa (contract of hire)
·
Persetujuan
pinjaman uang (contract of loun)
Hukum
dagang selain di atur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturan-peraturan
khusus (yang belum di koodifikasikan) seperti :
·
Peraturan
tentang koperasi
·
Peraturan
pailisemen
·
Undang-undang
oktroi
·
Peraturan
lalu lintas
·
Peraturan
maskapai andil Indonesia
·
Peraturan
tentang perusahaan negara
Hubungan Hukum Perdata dan KUHD
Hukum
dagang merupakan keseluruhan dari aturan-aturan hukum yang mengatur dengan
disertai sanksi perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk
menjalankan usaha atau perdagangan.
Menurut
Prof. Subekti, S.H berpendapat bahwa : Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang
tidak dianggap pada tempatnya, oleh karena “Hukum Dagang” tidak lain adalah
“hukum perdata” itu sendiri melainkan pengertian perekonomian.
Hukum
dagang dan hukum perdata bersifat asasi terbukti di dalam :
·
Pasal
1 KUHD
·
Perjanjian
jual beli
·
Asuransi
yang diterapkan dalam KUHD dagang
Dalam
hubungan hukum dagang dan hukum perdata dibandingkan pada sistem hukum yang
bersangkutan pada negara itu sendiri. Hal ini berarti bahwa yang di atur dalam
KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga
berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS, bahwa kedudukan KUHD terdapat KUHS
adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.
Perantara dalam Hukum Dagang
Pada
zaman modern ini perdagangan dapat diartikan sebagai pemberian perantaraan dari
produsen kepada konsumen dalam hal pembelian dan penjualan.
Pemberian
perantaraan produsen kepada konsumen dapat meliputi aneka macam pekerjaan
seperti misalnya :
·
Perkerjaan
perantaraan sebagai makelar, komisioner, perdagangan dan sebagainya.
·
Pengangkutan
untuk kepentingan lalu lintas baik di darat, laut dan udara
·
Pertanggungan
(asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutup
resiko pengangkutan dengan asuransi.
Pengangkutan
Pengangkutan
adalah perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa
orang/barang dari satu tempat ke lain tempat, sedang pihak lainnya menyanggupi
akan membayar ongkos. Menurut undang-undang, seorang pengangkut hanya
menyanggupi untuk melaksanakan pengakutan saja, tidak perlu ia sendiri yang
mengusahakan alat pengangkutan.
Di
dalam hukum dagang di samping conossement masih di kenal surat-surat berharga
yang lain, misalnya, cheque, wesel yang sama-sama merupakan perintah membayar
dan keduanya memiliki perbedaan.
Cheque
sebagai alat pembayaran, sedangkan wesel di samping sebagai alat pembayaran
keduanya memiliki fungsi lain yaitu sebagai barang dagangan, suatu alat
penagihan, ataupun sebagai pemberian kredit.
Asuransi
Asuransi
adalah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian
yang belum tentu, kejadian mana akan menentukan untung ruginya salah satu
pihak. Asuransi merupakan perjanjian di mana seorang penanggung, dengan
menerima suatu premi menyanggupi kepada yang tertanggung, untuk memberikan
penggantian dari suatu kerugian atau kehilangan keuntungan yang mungkin di
derita oleh orang yang ditanggung sebagai akibat dari suatu kejadian yang tidak
tentu
Sumber-sumber Hukum
Sumber-sumber
hukum meliputi yang terdapat pada :
·
Kitab
undang-undang hukum perdata
·
Kitab
undang-undang hukum dagang, kebiasaan, yurisprudensi dan peraturan-peraturan
tertulis lainnya antara lain undang-undang tentang bentuk-bentuk usaha negara
(No.9 tahun 1969)
·
Undang-undang
oktroi
·
Undang-undang
tentang merek
·
Undang-undang
tentang kadin
·
Undang-undang
tentang perindustrian, koperasi, pailisemen dan lain-lain.
Persetujuan Dagang
Dalam
hukum dagang di kenal beberapa macam persekutuan dagang, antara lain :
·
Firma
·
Perseroan
komanditer
·
Perseroan
terbatas
·
Koperasi
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(Wetboek
van Koophandel voor Indonesie)
S. 1847-23.
Anotasi:
Seluruhnya KUHD ini berlaku untuk golongan Timur Asing bukan Tionghoa dan golongan Tionghoa, kecuali dengan perubahan redaksional pasal 396; S. 1924-556, pasal 1, B; S. 1917-129, pasal I sub 21.
S. 1847-23.
Anotasi:
Seluruhnya KUHD ini berlaku untuk golongan Timur Asing bukan Tionghoa dan golongan Tionghoa, kecuali dengan perubahan redaksional pasal 396; S. 1924-556, pasal 1, B; S. 1917-129, pasal I sub 21.
KETENTUAN
UMUM.
Pas.
1. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap
Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka
Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga terhadap hal-hal yang
dibicarakan dalam K-itab Undang-undang ini. (AB. 15; KUHPerd. 1617, 1774, 1878;
KUHD 15, 79 dst., 85, 119, 168a, 286, 296, 747, 754.)
Alinea
kedua gugur berdasarkan S. 1938-276.
B
U K U K E S A T U : DAGANG PADA UMUMNYA.
Berdasarkan
S. 1938-276 yang berlaku mulai pada 17 Juli 1938 maka Bab I tentang Pedagang
dan Perbuatan Dagang (pasal 2 sld 5) telah dihapus.
BAB
II. PEMBUKUAN.
Pasal 6.
(s.d.u.
dg. S. 1938-276.) Setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan untuk
menyelenggarakan catatan-catatan menurut syarat-syarat perusahaannya tentang
keadaan hartanya dan tentang apa yang berhubungan dengan perusahaannya, dengan
cara yang sedemikian sehingga dari catatan-catatan yang diselenggarakan itu
sewaktu-waktu dapat diketahui semua hak dan kewajibannya. (KUHD 35, 66, 86, 96,
348; KUHP 396 dst.)
Ia diwajibkan dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca yang diatur menurut syarat-syarat perusahaannya dan menandatanganinya sendiri. (KUHPerd. 1881.)
Ia diwajibkan menyimpan selama tiga puluh tahun, buku-buku dan surat-surat di mana ia menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam allnea pertama beserta neracanya, dan selama sepuluh tahun, surat-surat dan telegram-telegram yang diterima dan salinan-salinan surat-surat dan telegiram-telegram yang dikeluarkan. (KUHD 35.)
Ia diwajibkan dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca yang diatur menurut syarat-syarat perusahaannya dan menandatanganinya sendiri. (KUHPerd. 1881.)
Ia diwajibkan menyimpan selama tiga puluh tahun, buku-buku dan surat-surat di mana ia menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam allnea pertama beserta neracanya, dan selama sepuluh tahun, surat-surat dan telegram-telegram yang diterima dan salinan-salinan surat-surat dan telegiram-telegram yang dikeluarkan. (KUHD 35.)
Pasal 7.
(s.d.u.
dg. S. 1938-276.) Untuk kepentingan setiap orang, hakim bebas untuk memberikan
kepada pemegang-buku, kekuatan bukti sedemikian rupa yang menurut pendapatnya
harus diberikan pada masing-masing kejadian yang khusus. (KUHPerd. 1881; KUHD
12, 35, 67, 86.)
Pasal 8.
(s.d.u.
dg. S. 1938-276.) Sewaktu pemeriksaan perkara di sidang pengadilan berjalan,
hakim dapat menentukan atas permintaan atau karena jabatannya, kepada
masing-masing pihak atau kepada salah satu pihak untuk membuka bukubuku yang
diselenggarakan, surat-surat dan naskah-naskah yang harus dibuat atau disimpan
oleh mereka menurut pasal 6 alinea ketiga, agar dapat dilihat di dalamnya atau
dibuat petikan-petikannya sebanyak yang dibutuhkan berkenaan dengan soal yang
dipersengketakan.
Hakim dapat mendengar para ahli mengenai sifat dan isi surat-surat yang diperlihatkan, baik pada sidang pengadilan maupun dengan cara seperti yang diatur dalam pasal-pasal 215 sampai dengan 229 Reglemen Acara Perdata. (Rv.)
Dari tidak dipenuhinya perintahnya itu, hakim bebas untuk mengambil kesimpulan yang sebaiknya menurut pendapatnya. (KUHPerd. 1888, 1915 dst.; KUHD 67.)
Hakim dapat mendengar para ahli mengenai sifat dan isi surat-surat yang diperlihatkan, baik pada sidang pengadilan maupun dengan cara seperti yang diatur dalam pasal-pasal 215 sampai dengan 229 Reglemen Acara Perdata. (Rv.)
Dari tidak dipenuhinya perintahnya itu, hakim bebas untuk mengambil kesimpulan yang sebaiknya menurut pendapatnya. (KUHPerd. 1888, 1915 dst.; KUHD 67.)
Pasal 12.
(s.d.u.
dg. S. 1927-146; S. 1938-276.) Tiada seorang pun dapat dipaksa untuk
memperlihatkan pembukuarinya kecuali untuk mereka yang mempunyai kepentingan
langsung sebagai ahli waris, sebagai pihak yang berkepentingan dalam suatu
persekutuan, sebagai pesero, sebagai pengangkat Pimpinan perusahaan atau
pengeloIa dan akhirnya dalam hal kepailitan. (KUHPerd. 573, 1082; KUHD 35, 67.)
Langganan:
Postingan (Atom)