Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim[1], ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan[4]. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.
Ciri khas ekonomi syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur’an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur’an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[5]. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi[2]. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti “kelebihan”[6]. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275[7] disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba[8] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[9]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…
Sabtu, 14 Mei 2011
Ekonomi syariah
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam[1]. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan[2]. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah[3].
Catatan
^ a b "UIKA Bogor". Swipa. http://www.uika-bogor.ac.id/jur07.htm.
Perbedaan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional
Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil[4]. Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem[1], ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan[5]. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usahaCiri khas ekonomi syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[6]. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:- Kesatuan (unity)
- Keseimbangan (equilibrium)
- Kebebasan (free will)
- Tanggungjawab (responsibility)
Tujuan Ekonomi Islam
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah[9].Catatan
^ a b "UIKA Bogor". Swipa. http://www.uika-bogor.ac.id/jur07.htm.
Rabu, 11 Mei 2011
"MEMJAMURNYA MINIMARKET YANG MEMATIKAN PASAR TRADISIONAL"
Jumlah minimarket terus bertambah bak jamur di musim hujan di Jakarta. Kalau tak dibenahi, eksistensi pedagang tradisional dan warung rumahan bakal terancam. Oknum pejabat diduga turut bermain mengeluarkan izin bodong pendirian minimarket.
Berkaitan hal ini, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo berjanji menindak tegas bawahannya bila ada yang terbukti bersalah. Menurutnya, siapapun oknum yang terlibat harus diproses sesuai hukum yang berlaku. “Periksa saja langsung. Jika terbukti ada jajaran yang melakukan pelanggaran. Entah itu lurah, camat, atau pada tingkat pemkot, dan pemprov, mereka harus bertanggung jawab. Kalau perlu dipecat,” tegasnya.
Menurut anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta S Andyka, ada sekitar 700 minimarket di DKI Jakarta yang berdiri sejak 2007. Dia menduga kondisi itu dipicu oleh banyaknya para pengusaha minimarket yang mengakali aparat. “Mereka mengakali dengan alasan waralaba,” ujar Sekretaris Fraksi Gerindra ini kepada Rakyat Merdeka.
Kehadiran minimarket ini malah menembus dari pusat-pusat kota hingga ke kompleks-kompleks perumahan. Padahal, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo sudah mengeluarkan Instruksi Gubernur No 115 Tahun 2006 tentang penundaan izin pendirian minimarket. Tapi instruksi tinggal instruksi. Pendirian minimarket seolah tetap tak terbendung.
Menurut Andyka, langkah tegas juga perlu diambil oleh Kepala Bagian (Kabag) Ekonomi Pemprov DKI Jakarta demi menghindari kesan pembiaran. “Kabag ekonomi harusnya mengambil tindakan tegas berdasarkan peraturan yang berlaku,” urainya.
Jika
pemprov melakukan pembiaran, bukan tak mungkin masyarakat melakukan tindakan sendiri. Hal ini lantaran minimarket-minimarket itu sudah membunuh sumber ekonomi rakyat kecil. “Kalau dibiarkan jangan salahkan masyarakat jika suatu saat akan menyegel sendiri tempat-tempat itu,” ujarnya mengingatkan.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta Harry Mulyono mengatakan, 3000-an tempat usaha di lima wilayah sudah gulung tikar karena konsumen beralih ke minimarket. Menurutnya, kerugian yang ditanggung usaha kelontong mencapai Rp 90 miliar bila modal rata-rata usaha kelontong mencapai Rp 30 juta.
Di tempat terpisah, Divisi Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi, mengatakan, persoalan minimarket berkaitan dengan masalah sistem sosial ekonomi masyarakat. Menurutnya sistem jual-beli di minimarket berbeda dengan pasar tradisional dan warung-warung rumahan. Minimarket menawarkan kepraktisan dan kenyamanan.
Dalam konteks pelayanan, Sularsi memandang warung rumahan juga tidak kalah dengan minimarket. Menurutnya konsep penjualan yang ada di warung rumahan bukan sekadar transaksi jual beli semata, tapi juga proses hubungan sosial yang didasari rasa saling percaya. Dia mencontohkan, kalau membeli di warung-warung rumahan masyarakat bisa berhutang. Sedang di minimarket, prinsipnya ada uang, ada barang. “Nah ini kan bagian dari budaya masyarakat kita. Warung membangun rasa guyub masyarakat,” jelasnya.
Sularsi menyayangkan menjamurnya minimarket di DKI Jakarta yang dapat menggerus nilai-nilai sosial masyarakat. Menurutnya, penyelesaian minimarket ilegal cukup mengacu pada peraturan hukum yang berlaku. Semua tinggal kemauan aparat di lapangan apakah mau bertindak tegas atau membiarkan. “Pembangunan minimarket sudah ada perdanya. Ini kan soal tindakan di lapangan,” tegasnya.
Untuk itu, Sularsi menyarankan pemprov melakukan pendataan dan pengkajian sebelum mengeluarkan izin pendirian. Dia misalnya mengusulkan dilakukan penghitungan jumlah penduduk terlebih dahulu di sekitar lokasi pendirian. Hal ini agar minimarket yang dibangun tidak mengganggu eksistensi pedagang tradisional atau warung kelontong rumahan. Dengan demikian, lanjutnya, minimarket tidak malah mematikan usaha-usaha kecil di sana lantaran kalah bersaing oleh konsumen yang terbatas.
Hal berikut yang perlu diperhatikan menurutnya adalah mengenai regulasi jam buka. Sularsi mengusulkan, sebaiknya jam buka minimarket yang 24 jam hanya diberlakukan di kawasan perumahan. Ia mengingatkan, minimarket-minimarket yang berdiri secara serampangan dapat menimbulkan kerugian di masyarakat. Bahkan, lanjutnya, ketika minimarket-minimarket itu berhasil menjatuhkan pasar-pasar tradisional dan warung-warung kecil rumahan, bukan tidak mungkin lima - 10 tahun ke depan minimarket-minimarket itu akan melakukan monopoli harga yang berujung pada kerugian konsumen.
Dia menyesalkan kesan tak acuh pejabat pemprov yang baru bertindak setelah ada kasus. Padahal menurutnya, selama ini pemberian izin minimarket seolah dikeluarkan tanpa kajian dan proses yang semestinya. “Ada kesalahan di tingkat pejabat pemberi izin. Berapa pun surat yang diajukan, pasti selalu diberi izin,” cetusnya.
Padahal, menurut Sularsi, tak satu pun pengajuan izin retail yang ditolak akan menjadi preseden buruk ke depan. Dia juga mengingatkan, agar para pengusaha tidak seenak hati mendirikan minimarket tanpa memperhatikan nasib ekonomi rakyat kecil.
Sularsi meminta aparat pemprov menindak tegas aparat dan minimarket yang terbukti mengeluarkan surat izin palsu. Kalau ada di antara mereka yang menggunakan izin palsu, lanjutnya, dapat dipidanakan. Bukan sekadar ditutup, tapi bila perlu dipenjarakan. Namun ini menurutnya kembali lagi pada kemauan aparat. Ia mengingatkan agar dalam pendataan jangan sampai terjadi “main mata” antara petugas inventarisir dengan pemilik minimarket. “Semua harus dilakukan secara transparan. Data-data perlu ditunjukan pada publik,” tandasnya.
Berkaitan hal ini, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo berjanji menindak tegas bawahannya bila ada yang terbukti bersalah. Menurutnya, siapapun oknum yang terlibat harus diproses sesuai hukum yang berlaku. “Periksa saja langsung. Jika terbukti ada jajaran yang melakukan pelanggaran. Entah itu lurah, camat, atau pada tingkat pemkot, dan pemprov, mereka harus bertanggung jawab. Kalau perlu dipecat,” tegasnya.
Menurut anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta S Andyka, ada sekitar 700 minimarket di DKI Jakarta yang berdiri sejak 2007. Dia menduga kondisi itu dipicu oleh banyaknya para pengusaha minimarket yang mengakali aparat. “Mereka mengakali dengan alasan waralaba,” ujar Sekretaris Fraksi Gerindra ini kepada Rakyat Merdeka.
Kehadiran minimarket ini malah menembus dari pusat-pusat kota hingga ke kompleks-kompleks perumahan. Padahal, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo sudah mengeluarkan Instruksi Gubernur No 115 Tahun 2006 tentang penundaan izin pendirian minimarket. Tapi instruksi tinggal instruksi. Pendirian minimarket seolah tetap tak terbendung.
Menurut Andyka, langkah tegas juga perlu diambil oleh Kepala Bagian (Kabag) Ekonomi Pemprov DKI Jakarta demi menghindari kesan pembiaran. “Kabag ekonomi harusnya mengambil tindakan tegas berdasarkan peraturan yang berlaku,” urainya.
Jika
pemprov melakukan pembiaran, bukan tak mungkin masyarakat melakukan tindakan sendiri. Hal ini lantaran minimarket-minimarket itu sudah membunuh sumber ekonomi rakyat kecil. “Kalau dibiarkan jangan salahkan masyarakat jika suatu saat akan menyegel sendiri tempat-tempat itu,” ujarnya mengingatkan.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta Harry Mulyono mengatakan, 3000-an tempat usaha di lima wilayah sudah gulung tikar karena konsumen beralih ke minimarket. Menurutnya, kerugian yang ditanggung usaha kelontong mencapai Rp 90 miliar bila modal rata-rata usaha kelontong mencapai Rp 30 juta.
Di tempat terpisah, Divisi Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi, mengatakan, persoalan minimarket berkaitan dengan masalah sistem sosial ekonomi masyarakat. Menurutnya sistem jual-beli di minimarket berbeda dengan pasar tradisional dan warung-warung rumahan. Minimarket menawarkan kepraktisan dan kenyamanan.
Dalam konteks pelayanan, Sularsi memandang warung rumahan juga tidak kalah dengan minimarket. Menurutnya konsep penjualan yang ada di warung rumahan bukan sekadar transaksi jual beli semata, tapi juga proses hubungan sosial yang didasari rasa saling percaya. Dia mencontohkan, kalau membeli di warung-warung rumahan masyarakat bisa berhutang. Sedang di minimarket, prinsipnya ada uang, ada barang. “Nah ini kan bagian dari budaya masyarakat kita. Warung membangun rasa guyub masyarakat,” jelasnya.
Sularsi menyayangkan menjamurnya minimarket di DKI Jakarta yang dapat menggerus nilai-nilai sosial masyarakat. Menurutnya, penyelesaian minimarket ilegal cukup mengacu pada peraturan hukum yang berlaku. Semua tinggal kemauan aparat di lapangan apakah mau bertindak tegas atau membiarkan. “Pembangunan minimarket sudah ada perdanya. Ini kan soal tindakan di lapangan,” tegasnya.
Untuk itu, Sularsi menyarankan pemprov melakukan pendataan dan pengkajian sebelum mengeluarkan izin pendirian. Dia misalnya mengusulkan dilakukan penghitungan jumlah penduduk terlebih dahulu di sekitar lokasi pendirian. Hal ini agar minimarket yang dibangun tidak mengganggu eksistensi pedagang tradisional atau warung kelontong rumahan. Dengan demikian, lanjutnya, minimarket tidak malah mematikan usaha-usaha kecil di sana lantaran kalah bersaing oleh konsumen yang terbatas.
Hal berikut yang perlu diperhatikan menurutnya adalah mengenai regulasi jam buka. Sularsi mengusulkan, sebaiknya jam buka minimarket yang 24 jam hanya diberlakukan di kawasan perumahan. Ia mengingatkan, minimarket-minimarket yang berdiri secara serampangan dapat menimbulkan kerugian di masyarakat. Bahkan, lanjutnya, ketika minimarket-minimarket itu berhasil menjatuhkan pasar-pasar tradisional dan warung-warung kecil rumahan, bukan tidak mungkin lima - 10 tahun ke depan minimarket-minimarket itu akan melakukan monopoli harga yang berujung pada kerugian konsumen.
Dia menyesalkan kesan tak acuh pejabat pemprov yang baru bertindak setelah ada kasus. Padahal menurutnya, selama ini pemberian izin minimarket seolah dikeluarkan tanpa kajian dan proses yang semestinya. “Ada kesalahan di tingkat pejabat pemberi izin. Berapa pun surat yang diajukan, pasti selalu diberi izin,” cetusnya.
Padahal, menurut Sularsi, tak satu pun pengajuan izin retail yang ditolak akan menjadi preseden buruk ke depan. Dia juga mengingatkan, agar para pengusaha tidak seenak hati mendirikan minimarket tanpa memperhatikan nasib ekonomi rakyat kecil.
Sularsi meminta aparat pemprov menindak tegas aparat dan minimarket yang terbukti mengeluarkan surat izin palsu. Kalau ada di antara mereka yang menggunakan izin palsu, lanjutnya, dapat dipidanakan. Bukan sekadar ditutup, tapi bila perlu dipenjarakan. Namun ini menurutnya kembali lagi pada kemauan aparat. Ia mengingatkan agar dalam pendataan jangan sampai terjadi “main mata” antara petugas inventarisir dengan pemilik minimarket. “Semua harus dilakukan secara transparan. Data-data perlu ditunjukan pada publik,” tandasnya.
Senin, 09 Mei 2011
Pertumbuhan ekonomi Indonesia 20011
Bank Dunia memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2011 ditargetkan bisa melampaui 6,4 persen bahkan bisa mencapai angka 7 persen apabila pemerintah Indonesia melakukan reformasi secara menyeluruh pada berbagai bidang termasuk pembenahan infrastruktur.
Beawiharta / Reuters
Seorang pekerja membawa karung beras ketika dia berjalan di sebuah pasar di Jakarta, 13 Januari 2011.
"Angka 6,4 itu baik. Bahkan Indonesia berpotensi besar untuk tumbuh mencapai angka 7 persen," kata Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia, Enrique Blanco Armas dalam peluncuran laporan Prospek Ekonomi Global (Global Economic Prospects) dari Bank Dunia, di Jakarta, Kamis (13/01).
Hans menambahkan, meski ekonomi global saat ini masih labil, peningkatan dari arus modal internasional bisa memperkuat pemulihan di kebanyakan negara berkembang.
Sedangkan, menurut ekonom utama Bank Dunia, Subham Chaudhuri memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 hanya mencapai 6,2 persen dan pada tahun 2012 akan mencapai 6,5 persen, mengingat sektor infrastruktur di Indonesia perlu dibenahi terlebih dahulu agar Indonesia bisa menjadi pasar yang potensial.
sumber: http://id.ibtimes.com/articles/4010/20110113/bank-dunia-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2011-akan-tumbuh-6-4-persen.htm
sebab,dampak= krismon di Indonesia
Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya. Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2 dan Hollinger). Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Lihat Tabel. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun semua kelemahan ini masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada,yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.
Langganan:
Postingan (Atom)