Selamat membaca

Laman

Sabtu, 14 Mei 2011

Perbedaan Ekonomi Syariah dengan Ekonomi Kovensial

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim[1], ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan[4]. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.

Ciri khas ekonomi syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur’an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur’an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[5]. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi[2]. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti “kelebihan”[6]. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275[7] disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba[8] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[9]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…

Ekonomi syariah

Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam[1]. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan[2]. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah[3].

Perbedaan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional

Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil[4]. Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem[1], ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan[5]. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha

 Ciri khas ekonomi syariah

Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[6]. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
  1. Kesatuan (unity)
  2. Keseimbangan (equilibrium)
  3. Kebebasan (free will)
  4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi[2]. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan"[7]. Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275[8] disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba. Riba itu ada dua macam : nasiah dan fadhi. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhi ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensy

Tujuan Ekonomi Islam

Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah[9].
Catatan
^ a b "UIKA Bogor". Swipa. http://www.uika-bogor.ac.id/jur07.htm.

Rabu, 11 Mei 2011

"MEMJAMURNYA MINIMARKET YANG MEMATIKAN PASAR TRADISIONAL"

Jumlah minimarket terus bertambah bak jamur di musim hujan di Jakarta. Kalau tak dibenahi, eksistensi pedagang tradisional dan warung rumahan bakal terancam. Oknum pejabat diduga turut bermain mengeluarkan izin bodong pendirian minimarket.

Berkaitan hal ini, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo berjanji menindak tegas bawahannya bila ada yang terbukti bersalah. Me­nu­rutnya, siapapun oknum yang terlibat harus diproses sesuai hu­kum yang berlaku. “Periksa saja langsung. Jika terbukti ada jaja­ran yang melakukan pelanggaran. Entah itu lurah, camat, atau pada ting­kat pemkot, dan pemprov, mereka harus bertanggung jawab. Kalau perlu dipecat,” tegasnya.

Menurut anggota Komisi B DP­RD DKI Jakarta S Andyka, ada sekitar 700 mini­market di DKI Jakarta yang berdiri sejak 2007. Dia menduga kon­disi itu dipicu oleh banyaknya para pe­ngusaha minimarket yang me­nga­kali aparat. “Mereka me­ng­a­kali dengan alasan waralaba,” ujar Sekretaris Fraksi Gerindra ini kepada Rakyat Merdeka.

Kehadiran minimarket ini ma­lah menembus dari pusat-pusat ko­ta hingga ke kompleks-kom­pleks perumahan. Padahal, Gu­bernur DKI Jakarta Fauzi Bowo sudah mengeluarkan Instruksi Gu­bernur No 115 Tahun 2006 ten­tang penundaan izin pendirian minimarket. Tapi instruksi ting­gal instruksi. Pendirian minimar­ket seolah tetap tak terbendung.

Menurut Andyka, langkah te­gas juga perlu diambil oleh Ke­pala Bagian (Kabag) Ekonomi Pem­prov DKI Jakarta demi meng­­hindari kesan pembiaran. “Kabag ekonomi harusnya meng­ambil tindakan tegas berdasarkan peraturan yang berlaku,” urainya.
Jika

pemprov melakukan pem­biaran, bukan tak mungkin ma­sya­rakat melakukan tindakan sen­diri. Hal ini lantaran minimar­ket-mi­nimarket itu sudah mem­bunuh sum­­ber ekonomi rakyat ke­cil. “Ka­­lau dibiarkan jangan sa­lahkan masyarakat jika suatu saat akan menyegel sendiri tempat-tem­pat itu,” ujarnya mengingatkan.

Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Ja­karta Harry Mulyono mengata­kan, 3000-an tempat usaha di lima wilayah sudah gulung tikar ka­rena konsumen beralih ke mi­ni­market. Menurutnya, kerugian yang ditanggung usaha kelontong mencapai Rp 90 miliar bila modal rata-rata usaha kelontong menca­pai Rp 30 juta.

Di tempat terpisah, Divisi Pe­ng­aduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi, mengatakan, persoalan minimarket berkaitan dengan masalah sistem sosial eko­nomi masyarakat. Menurut­nya sistem jual-beli di minimar­ket berbeda dengan pasar tradi­sio­nal dan warung-warung ruma­han. Minimarket menawarkan ke­­praktisan dan kenyamanan.

Dalam konteks pelayanan, Su­larsi memandang warung ruma­han juga tidak kalah dengan mi­ni­market. Menurutnya konsep pen­jualan yang ada di warung rumahan bukan sekadar transaksi jual beli semata, tapi juga proses hu­bungan sosial yang didasari rasa saling percaya. Dia men­con­tohkan, kalau membeli di wa­rung-warung rumahan masyara­kat bisa berhutang. Sedang di mi­n­imarket, prinsipnya ada uang, ada barang. “Nah ini kan bagian dari budaya masyarakat kita. Wa­rung membangun rasa guyub ma­syarakat,” jelasnya.

Sularsi menyayangkan menja­mur­nya minimarket di DKI Ja­kar­ta yang dapat menggerus nilai-nilai sosial masyarakat. Menu­rut­nya, penyelesaian minimarket ile­gal cukup mengacu pada pera­tu­ran hukum yang berlaku. Semua tinggal kemauan aparat di lapa­ngan apakah mau bertindak tegas atau membiarkan. “Pembangu­nan minimarket sudah ada perda­nya. Ini kan soal tindakan di la­pa­ngan,” tegasnya.

Untuk itu, Sularsi menyaran­kan pemprov melakukan penda­taan dan pengkajian sebelum me­ngeluarkan izin pendirian. Dia misalnya mengusulkan dilakukan penghitungan jumlah penduduk terlebih dahulu di sekitar lokasi pendirian. Hal ini agar minimar­ket yang dibangun tidak meng­gang­gu eksistensi pedagang tra­disional atau warung kelontong rumahan. Dengan demikian, lan­jutnya, minimarket tidak malah mematikan usaha-usaha kecil di sana lantaran kalah bersaing oleh konsumen yang terbatas.

Hal berikut yang perlu diperha­tikan menurutnya adalah menge­nai regulasi jam buka. Sularsi me­ngusulkan, sebaiknya jam buka minimarket yang 24 jam hanya diberlakukan di kawasan peruma­han. Ia mengingatkan, minimar­ket-minimarket yang berdiri se­cara serampangan dapat menim­bulkan kerugian di masyarakat. Bah­kan, lanjutnya, ketika mini­market-minimarket itu berhasil menja­tuhkan pasar-pasar tradi­sio­nal dan warung-warung kecil rumahan, bukan tidak mungkin lima - 10 tahun ke depan mini­market-mi­nimarket itu akan me­la­kukan monopoli harga yang berujung pada kerugian konsumen.

Dia menyesalkan kesan tak acuh pejabat pemprov yang baru ber­tindak setelah ada kasus. Pa­dahal menurutnya, selama ini pem­­­berian izin minimarket seo­lah dikeluarkan tanpa kajian dan pro­ses yang se­mes­tinya. “Ada ke­sala­han di ting­kat pejabat pem­beri izin. Be­ra­pa pun surat yang diaju­kan, pasti se­lalu diberi izin,” cetusnya.

Padahal, menurut Sularsi, tak satu pun pengajuan izin retail yang ditolak akan menjadi prese­den buruk ke depan. Dia juga meng­­ingatkan, agar para peng­usa­ha ti­dak seenak hati mendi­rikan mini­market tanpa memper­hatikan na­sib ekonomi rakyat kecil.

Sularsi meminta aparat pem­prov menindak tegas aparat dan minimarket yang terbukti menge­luarkan surat izin palsu. Kalau ada di antara mereka yang meng­gu­nakan izin palsu, lanjutnya, da­pat dipidanakan. Bukan sekadar ditutup, tapi bila perlu dipenjara­kan. Namun ini menurutnya kem­bali lagi pada kemauan aparat. Ia mengingatkan agar dalam penda­taan jangan sampai terjadi “main mata” antara petugas inventarisir de­ngan pemilik minimarket. “Se­mua harus dilakukan secara trans­pa­ran. Data-data perlu ditunjukan pa­da publik,” tandasnya.    

Senin, 09 Mei 2011

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 20011

Bank Dunia memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2011 ditargetkan bisa melampaui 6,4 persen bahkan bisa mencapai angka 7 persen apabila pemerintah Indonesia melakukan reformasi secara menyeluruh pada berbagai bidang termasuk pembenahan infrastruktur.
Beawiharta / Reuters
Seorang pekerja membawa karung beras ketika dia berjalan di sebuah pasar di Jakarta, 13 Januari 2011.
Bank Dunia: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2011 Akan Tumbuh 6,4 Persen
Seorang pekerja membawa karung beras ketika dia berjalan di sebuah pasar di Jakarta, 13 Januari 2011.
 "Angka 6,4 itu baik. Bahkan Indonesia berpotensi besar untuk tumbuh mencapai angka 7 persen," kata Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia, Enrique Blanco Armas dalam peluncuran laporan Prospek Ekonomi Global (Global Economic Prospects) dari Bank Dunia, di Jakarta, Kamis (13/01).
Menurutnya, target pertumbuhan ekonomi itu bisa dicapai jika pemerintah melakukan reformasi secara menyeluruh terutama sektor infrastruktur, baik jalan tol, listrik, transportasi, telekomunikasi, minyak dan gas bumi, air minum, sanitasi, dan lainnya. Karena, jelasnya, sektor infrastruktur masih menjadi masalah yang harus lebih difokuskan oleh pemerintah, sehingga hal itu tergantung pada kebijakan pemerintah terhadap anggaran di tahun ini. Sementara itu, Direktur Prospek Pembangunan Bank Dunia, Hans Timmer dalam telekonferensi mengatakan, menurut proyeksi ekonomi global Bank Dunia, saat ini derasnya arus modal asing yang masuk dan harga komoditas yang meningkat di Indonesia bisa menguntungkan dan memperkuat pemulihan bagi pertumbuhan Indonesia.
Hans menambahkan, meski ekonomi global saat ini masih labil, peningkatan dari arus modal internasional bisa memperkuat pemulihan di kebanyakan negara berkembang.
Sedangkan, menurut ekonom utama Bank Dunia, Subham Chaudhuri memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 hanya mencapai 6,2 persen dan pada tahun 2012 akan mencapai 6,5 persen, mengingat sektor infrastruktur di Indonesia perlu dibenahi terlebih dahulu agar Indonesia bisa menjadi pasar yang potensial.


sumber: http://id.ibtimes.com/articles/4010/20110113/bank-dunia-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2011-akan-tumbuh-6-4-persen.htm

sebab,dampak= krismon di Indonesia

Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya. Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2 dan Hollinger). Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Lihat Tabel. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun semua kelemahan ini masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada,yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.