Selamat membaca

Laman

Sabtu, 16 Oktober 2010

tugas kelompok

F.Randa pratama                      22210683
Ekyy mandala pratama                22210304
Syarifudin                             262108668







Waralaba atau Franchising (dari bahasa Prancis untuk kejujuran atau kebebasan[1]) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan[2]. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa[3].
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah:
Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.

Franchisor dan franchisee
Selain pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan franchisor dan franchisee.
  • Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
  • Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba[4].






Sejarah Waralaba
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Perusahaan Coca cola di Atlanta, AS
Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola[5]. Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS, General Motors Industry ditahun 1898[6]. Contoh lain di AS ialah sebuah sistem telegraf, yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api, tetapi dikendalikan oleh Western Union[7] serta persetujuan eksklusif antar pabrikan mobil dengan dealer[8].
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Mc Donalds, salah satu pewaralaba rumah makan siap saji terbesar di dunia
Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji[9]. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restauran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA[10].
Jenis waralaba
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:
  • Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
  • Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
Biaya waralaba
Biaya waralaba meliputi:
  • Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos penggunaan HAKI.
  • Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.
Waralaba di Indonesia
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya[11] . Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut[12]:
  • Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
  • Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
  • Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
  • Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
  • Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi. Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).
Tingkat pengembalian
Tingkat pengembalian yang layak dari sebuah waralaba adalah minimum 15 persen dari nilai.
Lain-lain
  • Di Indonesia waralaba yang berkembang pesat dan masih sangat menguntungkan adalah waralaba di bidang makanan (Wong Solo, Sapo Oriental, CFC, Hip Hop, Red Crispy, Papa Rons dan masih banyak merek lainnya).
  • Waralaba berbentuk retail mini outlet (Indomaret, Yomart, AlfaMart) banyak menyebar ke pelosok kampung dan pemukiman padat penduduk.
  • Di bidang Telematika atau Information & Communication Technology , juga mulai diminati pada 3 tahun terakhir ini berkembang beberapa bidang waralaba seperti distribusi tinta printer refill/cartridge (Inke, X4Print, Veneta dll) , pendidikan komputer (Widyaloka, Binus) , distribusi peralatan komputer ( Micronics Distribution ) , Warnet / NetCafe (Multiplus, Java NetCafe, Net Ezy) , Kantor Konsultan Solusi JSI , dll.
  • Yang juga menguntungkan adalah waralaba di bidang pendidikan (Science Buddies, ITutorNet, Primagama, Sinotif) , terutama taman bermain (SuperKids) dan taman kanak-kanak(FastractKids, Kids2success , Townfor Kids) , Pendidikan Bahasa Inggris (EF/English First, ILP, Direct English), dll.
  • Perkembangan merek dan waralaba dalam negeri cukup pesat dan pada pameran pameran franchise di tanah air terlihat banyak merek merek nasional Indonesia bersaing dengan merek global dan regional.
Pertumbuhan waralaba diindonesia
Pertumbuhan waralaba di Indonesia yang terlihat fantastis, tampaknya memasuki tahap “membingungkan” masyarakat. Banyak bisnis yang dianggap terlalu sederhana untuk menjadi bisnis waralaba, terutama waralaba murah ala kaki lima atau gerobak seperti pisang goreng, bakmi ayam, dan sebagainya. Ada pula pebisnis yang terlihat malu-malu mengakui bahwa bisnisnya merupakan waralaba, sehingga mereka menyebut strategi pengembangan bisnisnya menggunakan pola kemitraan “semiwaralaba”.
Dunia waralaba memang sangat dinamis. Beberapa manuver dilakukan oleh para pebisnis sehingga model waralaba sangat beragam sekarang. Akibatnya, tidak sedikit pihak yang menjadi bingung dan bertanya-tanya, “Sebenarnya waralaba itu apa sih?”
Waralaba Format Bisnis Seutuhnya
Waralaba format bisnis seutuhnya dikenal dengan istilah Full Business Format Franchise. Dari namanya, kita dapat menyimpulkan bahwa pewaralaba (franchisor) akan memberikan pedoman kepada terwaralaba (franchisee) mengenai sistem bisnis seutuhnya, mulai dari penggunaan merek dan ciri khas usaha, strategi pemasaran, serta sistem administrasi dan manajemennya.
Waralaba format bisnis seutuhnya antara lain dapat dijumpai pada waralaba: McDonald’s (McD); Kentucky Fried Chicken (KFC); International Language Programs (ILP); Apotek K-24; Indomaret; Alfamart; Holiday Inn; Novotel; dan beberapa merek lainnya.
Bagi beberapa praktisi, Indomaret dan Alfamart kerap dianggap bukan waralaba, karena terwaralaba tidak terlibat dalam mengoperasionalkan bisnisnya. Menurut pandangan saya, keduanya adalah waralaba, karena pola mereka mirip dengan waralaba lisensi manajemen dalam dunia perhotelan yang umumnya juga tidak mewajibkan keterlibatan investor secara langsung dalam operasional sehari-harinya.
Waralaba format bisnis seutuhnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang dioperasionalkan oleh terwaralaba (misalnya: ILP; Apotek K-24; McD; dan KFC); sedangkan yang “dioperasionalkan” oleh pewaralaba (misalnya: Indomaret; Alfamart;Holiday Inn; dan Novotel). Meski disebut dioperasionalkan oleh pewaralaba, sebenarnya keterlibatan pewaralaba lebih pada supervisi yang melekat alias intensif di lokasi gerai.
Dalam hal waralaba perhotelan, pewaralaba menempatkan general manager (GM) sebagai wakil mereka untuk menjaga standar kualitas layanannya. Seluruh pegawainya adalah pegawai terwaralaba. Bila terjadi PHK, maka terwaralaba yang menanggung pesangon para pegawai itu. Adapun pengelolaan keuangan dan wewenang terwaralaba dalam pengambilan keputusan tergantung pada kesepakatan bersama yang diatur dalam perjanjian waralaba.
Pola seperti ini sebenarnya bisa dan sangat baik diterapkan untuk bisnis jasa yang kualitas layanannya perlu dijaga ketat. Waralaba restoran dapat menempatkan koki dari pewaralaba di lokasi terwaralaba. Waralaba sekolah (pendidikan) dapat menempatkan kepala sekolah dari pewaralaba.
Konsekuensi dari menempatkan GM, koki, dan kepala sekolah tersebut adalah pewaralaba harus mampu memiliki – atau mencetak – sebanyak mungkin staf berkualitas untuk posisi-posisi ini menurut kebutuhan ekspansi usahanya.
Di antara pewaralaba yang menjadi operator bisnis milik terwaralaba, ada yang seluruh pegawainya merupakan pegawai pewaralaba. Salon seperti Johnny Andrean dan My Salon menggunakan pola ini. Keuntungannya adalah pewaralaba dapat melakukan rotasi pegawai menurut kebutuhan. Namun praktik seperti ini berpotensi menuai protes dari pihak investor yang menjadi terwaralaba, sehingga tampaknya mereka tidak mempraktikkan rotasi.
Kelemahan sistem ini adalah risiko bahwa pewaralaba akan mengalami kesulitan dalam mengelola karyawan pada saat jumlah gerai mencapai angka tertentu. Kelemahan lainnya adalah konsekuensi bila melakukan PHK yang ada di pundak pewaralaba, karena status kepegawaiannya adalah pegawai pewaralaba.
Waralaba Lisensi Merek Dagang
Waralaba ini dikenal dengan istilah Trade Name Licensing. Tujuan waralaba ini lebih pada kepentingan distribusi produk. Yang membedakan antara waralaba lisensi merek dagang dengan waralaba lisensi merek adalah pada strategi dan kegiatan promosinya.
Untuk memperjelas perbedaan di antara keduanya, kita gunakan pabrik yang menjadi produsen sari jeruk Sunkist di Indonesia. Pabrik ini mengikat perjanjian lisensi dengan pemilik merek Sunkist, bila pemilik merek tidak menyusun secara khusus strategi dan implementasi komunikasi pemasaran untuk produk sari jeruk Sunkist.

Senin, 11 Oktober 2010

1. Sebutkan dan jelaskan 3 unsur yang menyebabkan munculnya aktivitas ekonomi?
    jawab:
       1.       Kelangkaan (Scarcity)
Keterbatasan kita menyebabkan banyak hal terasa langka (scare). Kelangkaan mencakup kuantitas, kualitas dan waktu. Sesuatu tidak akan langka jika jumlah (kuantitas) yang tersedia sesuai dengan kebutuhan, berkualitas baik. Tersedia dimana saja (disetiap tempat) dan kapan saja (waktu) dibutuhkan.
       2.       Pilihan-pilihan (Choices)
Dalam setiap masyarakat selalu didapati bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas banyaknya. Manusia tidak pernah merasa puas atas apa yang telah mereka peroleh dan mereka capai. Apabila keinginan sebelumnya sudah terpenuhi, maka keinginan-keinginan yang lain akan muncul. Terbatas sumber data yang tersedia dibandingkan kebutuhan atau keinginan, menyebabkan manusia harus menetukan pilihan-pilihan yang bersifat individu maupun kolektif.
       3.       Biaya kesempatan (Opportunity cost)
Ilmu ekonomi memandang manusia sebagai makhluk rasional. Pilihan yang dibuatnya berdasarkan pertimbangan untung rugi, dengan membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang akan diperoleh. Biaya ayang dimaksudkan dalam konsep ilmu ekonomi (economic cost) berbeda dengan konsep biaya akutansi (accounting cost).
2. Apa yang membedakan Perusahaan dan lembaga sosial? jelaskan?
Perusahaan : Perusahaan biasanya bersifat komersil, yaitu menawarkan barang dan jasa dengan tujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Lembaga sosial : Lembaga sosial lebih bersifat sukarela, yaitu menawarkan barang dan jasa dengan niat untuk menolong dan membantu tanpa mencari keuntungan. Biasanya lembaga sosial menawarkan jasa.

3. apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tempat dan letak Perusahaan?

§  Wilayahnya stategis. Dimaksudkan agar masyarakat dapat menemukannya dengan mudah, fasilitas lingkungan sekitar yang memungkinkan masyarakat akan datang ke perusahaan, seperti dipinggir jalan raya, atau di wilayah yang padat penduduk.
§  Dapat terjangkau oleh masyarakat. Maksudnya dari transportasi, dirikan perusahaan sebaiknya di tempat yang banyak di lewati oleh banyak kendaraan.
§  Aman dari bencana alam. Bencana seperti banjir, tanah longsor, dsb dapat menghambat kegiatan perusahaan. Hal ini memang sulit dihindarkan, namun sebaiknya diusahakan meminimalkan resiko tersebut.
§  Lingkungan ysng tepat. Jika perusahaan adalah perusahaan dagang, sebaiknya dirikan pada tempat dimana masyarakatnya membutuhkan, sebagai contoh perusahaan menjual mainan anak-anak, maka sebaiknya memilah lingkungan yang banyak anak-anaknya.

4. Tunjukan perbedaan antara lingkungan eksternal mikro dan makro dalam dunia asia


Lingkungan Eksternal Makro Adalah kekuatan politik dan hukum, kekuatan           ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan sosial, faktor demografi.
Lingkungan Eksaternal Mikro Adalah persaingan, yaitu: kekuatan tawar pemasok,   ancaman pendatang baru, kekuatan tawar pembeli, ancaman produk atau jasa pengganti
sumber: http://wikipedia.org.id